KFC Setiabudi Semarang

ini nich teman-teman, bangunan Little 1 Academy Setiabudi, Semarang... Gabung yukk....

Pelepasan Balon Harapan Angkatan I

Coba teman-teman perhatikan, balonnya membentuk gambar hati lho... Berisikan harapan adik-adik dan para orangtua.

Mari Bermain dan Berkreasi

Little 1 Academy mengajak adik-adik semua untuk bermain dan bereksplorasi.. Let's join us.!!!

Adik-adik sedang mempelajari buah-buahan

Hayoo.. siapa mau buah durian?

Minggu, 31 Maret 2013

Bermain Bagi Anak Usia Dini (part 3)

Berikut ini beberapa contoh kegiatan bermain yang dapat dilakukan oleh anak bersama orangtua, sesuai dengan usia anak.

1. Bayi dan Anak Bawah Dua Tahun (BaDuTa)

a. Bermain yang melibatkan gerakan pancaindra.

Bermain dimulai secara tidak sengaja, bayi melakukan gerakan-gerakan yang ternyata membuat dia senang, sehingga selalu diulang. Contoh kegiatan bermain ini adalah mengamati dan menggerak-gerakkan tangan, mengemut ibu jari, menyembur-nyemburkan ludah.

b. Bermain dengan benda.

Semua mainan yang dapat merangsang kelima indra (berwarna terang, berbunyi, permukaan kasar-halus, beraroma, dapat dirasakan). Mainan hendaknya cukup besar untuk bisa digenggam oleh anak, lembut, dan tidak tajam. Contoh, mainan yang dapat diurutkan dari yang kecil ke besar; mainan untuk masak-masakan, untuk minum; bermain air sabun; bermain pasir; mobil-mobila; buku bergambar tanpa tulisan; dan sebagainya.

c. Bermain pura-pura (simbolik).

Menggunakan alat-alat permainan atau benda-benda yang ada di sekitar seolah-olah sebagai suatu benda. Contoh, menggunakan pisang/bekas gelas plastik air mineral/kaleng susu sebagai telepon, menggunakan kotak-kotak sabun sebagai mobil, menggunakan panci bekas dan sendok sebagai alat musik, serta lainnya.

2. Anak Dua Tahun

Anak usia dua tahun mulai mengalami perkembangan dalam gerakan kasar dan halus, juga mulai bisa mengontrol gerakan tubuh, sehingga anak bangga dengan keberhasilan dalam kegiatan fisik mereka. Karena kemampuan bahasa mulai berkembang, anak juga mulai menggunakan bahasa. Beberapa contoh kegiatan bermainnya ialah bermain palang (terbuat dari besi atau kayu) sejajar untuk bergelantungan; naik-turun tangga; bermain gerobak untuk ditarik; perosotan; bermain di terowongan untuk merangkak; bermainan dengan benda yang dapat dikendarai; bermain kepingan gambar (puzzle) sederhana dengan potongan besar; manik-manik untuk dironce; tanah liat, pasir, adonan sagu/terigu (penting untuk mempertajam indra, bukan untuk menghasilkan suatu bentuk); dan sebagainya.

3. Anak Tiga Tahun

Anak usia tiga tahun sangat imajinatif (senang menciptakan tokoh-tokoh atau kegiatan yang bersifat khayalan) dan mulai senang meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa, terutama kedua orangtuanya. Kemampuan ananda untuk berteman juga semakin meningkat, sehingga mereka sudah lebih baik dalam kegiatan berbagi, menunggu giliran, dan bekerja sama dengan orang lain. Beberapa contoh kegiatan bermainnya adalah permainan yang menggambarkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari seperti bermain truk/mobil-mobilan, pasar-pasaran, boneka, balok, tanah/pasir, spidol, pinsil gambar, dan krayon.

4. Anak Empat Tahun

Anak usia ini memiliki keseimbangan tubuh yang makin baik, gerakan halus lebih terampil, dan mulai memiliki perencanaan tetapi masih suka berubah-ubah. Contoh kegiatan bermainnya adalah berrmain sepeda, alat pertukangan, balok-balok yang lebih kecil dengan bermacam bentuk, bola sepak, membaca buku (dengan gambar dan tulisan), dan sebagainya.

5. Anak Lima Tahun

Anak sudah menunjukkan tanggung jawab untuk mengurus diri sendiri dan kepunyaannya. Biasanya mereka juga membutuhkan pengarahan dari orang dewasa. Contoh kegiatan bermainnya, antara lain: bermain menggunakan peralatan seni, seperti cat, sikat, krayon, spidol, gunting, lem, tanah liat, dll.; peralatan pertukangan atau masak-masakan, peralatan rumah tangga; alat permainan (ular tangga, halma, monopoli, dll).

Ibu dan Ayah, ingatlah, bermain merupakan cara anak belajar, tapi tetap yang paling utama adalah bersenang-senang. Melalui bermain, Ibu dan Ayah dapat memberikan pengalaman belajar yang bermacam-macam kepada ananda. Nah, supaya pengalaman bermain ananda lebih banyak, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Ibu dan Ayah, yaitu:

1. Waktu untuk bermain.

Ibu dan Ayah hendaknya dengan sengaja menyempatkan diri dan menyediakan waktu untuk bermain dengan anak. Kegiatan bermain dilakukan pada saat ananda memang menginginkannya dan tidak pada jam-jam anak biasanya tidur. Misalnya, sesudah mandi dan makan pagi atau sore.

2. Ruangan bermain.

Bagaimana Ayah dan Ibu mengatur ruangan dan ruangan seperti apa yang tersedia, akan memberi pengaruh kepada cara bermain anak. Jangan menaruh hiasan kecil-kecil dan mudah pecah di tempat yang mudah diambil oleh anak. Kalau ruangan yang tersedia untuk anak bermain adalah ruang tamu, biasanya anak bermain dengan permainan yang tidak memerlukan banyak kegiatan berlari.

3. Bahan dasar (utama) pembuatan mainan.

Saat ini kebanyakan mainan terbuat dari plastik, berhati-hatilah dalam memilih mainan yang cocok untuk anak kita. Bila memungkinkan Ayah dan Ibu dapat menggunakan mainan dari bahan-bahan yang tersedia di alam, seperti menggunakan wortel bagi bayi yang baru belajar menggigit.

4. Pengalaman sebelumnya.

Pengalaman Ibu dan Ayah bermain ketika kecil akan memengaruhi Ibu dan Ayah dalam melakukan kegiatan bermain bersama ananda. Contoh, orangtua yang saat mereka kecil diperbolehkan untuk main hujan-hujanan akan memperbolehkan anaknya untuk melakukan hal yang sama.

5. Mengamati.

Bila saat anak bermain, Ibu dan Ayah ikut mengamati, maka akan cepat tanggap terhadap kebutuhan anak dan dapat memberikan dukungan saat ananda mengalami kesulitan. Misal, kalau Ayah dan Ibu melihat ada air di lantai, sebaiknya cepat dilap, atau kalau melihat ujung meja terlalu tajam dan berbahaya untuk anak, maka lapisi ujung meja sehingga tidak lagi berbahaya, dan sebagainya.

6. Keterlibatan orang dewasa.

Keterlibatan orang dewasa atau orangtua dalam kegiatan bermain anak, hendaknya tidak menjadi pengganggu dan membuat anak tidak kreatif.

D. Tip Memilih Mainan Bagi anak

1. Mainan harus bersih dan aman, sesuaikan dengan usia anak.

2. Hindari mainan yang memiliki pinggiran tajam dan mudah pecah.

3. Hindari mainan yang mengandung cat berbahaya.

4. Hindari mainan dalam bentuk kecil-kecil karena dapat tertelan atau dimasukkan ke dalam lubang hidung/telinga anak.

5. Sebisa mungkin kurangi mainan yang menggunakan listrik atau baterai.

6. Sebisa mungkin anak memiliki kesempatan yang sama antara bermain di dalam ruangan dengan bermain di luar ruangan.

A. Sumber Bacaan

A Practical Guide to Early Childhood Curriculum. (edisike-8). Eliason, Claudia & Jenkins, Loa. Pearson Prentice Hall. New Jersey. (2008).

Children,play, and development. Hughes, F.P. (edisi ke-3). Boston: Allyn and Bacon. (1999).

Play and early childhood development (edisi ke-5). Johnson, J. F., Christie, J.F., Yawkey, T.D. NY: Longman. (1999).

Human Development. (edisi ke-10). Papalia, Olds & Feldman. McGraw Hill. (2007)

Bermain, mainan dan permainan. Tedjasaputra, Mayke S. Jakarta: P.T. Grasindo. (2001)

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal

Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011

Bermain Bagi Anak Usia Dini (part 2)

A. Belajar Melalui Bermain

Tidak seperti anggapan salah yang sering dianut oleh banyak orang bahwa bermain adalah suatu kegiatan membuang-buang waktu dan dapat membuat anak menjadi bodoh. Ternyata, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan dan dapat menjadi sarana belajar yang baik bagi anak, karena dilakukan tanpa tekanan dan paksaan. Penting untuk diingat, yang paling utama adalah kegiatan bermainnya itu sendiri, bukan belajarnya. Seperti sudah dijelaskan di atas, dunia anak adalah bermain, bahkan bermain adalah pekerjaan anak. Melalui kegiatan bermain, ananda belajar mengembangkan berbagai kemampuan yang dimilikinya dengan menyenangkan dan bahagia. Perlu dipahami, kemampuan anak usia dini untuk berkonsentrasi masih pendek, penguasaan bahasanya juga terbatas, dan anak pun masih mudah bosan. Oleh karena itu, anak usia dini belum siap untuk mengikuti kegiatan belajar secara formal di bangku sekolah. Bila ananda dipaksa untuk mengikuti kegiatan formal di sekolah, maka ia akan merasa tertekan, sehingga dapat mengalami gangguan belajar dan gangguan perilaku.

Jadi, Ibu dan Ayah, pada saat bermain, ananda juga belajar. Melalui bermain, ananda belajar memahami bagaimana suatu benda bekerja, misalnya, bagaimana kalau bangku didorong akan berbunyi, air akan menyebabkan basah, sendok selain digunakan untuk makan bisa juga digunakan sebagai telepon saat bermain pura-pura, dan sebagainya. Ananda juga akan belajar bagaimana caranya mengekspresikan diri dengan berbagai macam cara, seperti, bagaimana caranya bicara saat marah, kesal, tidak suka, dan lainnya. Bukan cuma itu. Pada saat bermain, ananda pun belajar mengenal dan menggunakan berbagai macam kata baru, terutama ketika ananda bermain pura-pura, seperti bermain jual-beli, tamu-tamuan, sekolah-sekolahan, dan lainnya. Kegiatan bermain juga dapat memperkuat dan mengendalikan otot-otot tubuh, serta belajar bekerja sama ketika ananda bermain dengan teman, semisal berjalan di titian, mengendarai sepeda, melempar dan menendang bola. Bahkan, ketika ananda menemui masalah dalam bermain, ananda diajak untuk berpikir kreatif dan menggunakan kemampuan memecahkan masalah. Contoh, bagaimana menghadapi teman yang tidak mau bergantian alat bermain, bergantian menggunakan alat permainan yang sama, dan sebagainya.

Yang penting diperhatikan oleh Ibu dan Ayah, dalam bermain, ada beberapa hal-hal yang harus dihindarkan, yaitu:

1. Pemaksaan oleh orangtua, karena akan mengubah suasana bermain menjadi bekerja.

2. Mengeritik atau mencemooh, sebab masih wajar kalau sesekali anak melakukan kesalahan;

3. Sikap mengatur apa yang harus dilakukan oleh anak sehingga anak tidak mempunyai kesempatan untuk berkreasi, berimajinasi, berani mencoba hal-hal baru.

B. Orangtua Ikut Terlibat

Ibu dan Ayah diharapkan ikut bermain bersama anak. Soalnya, keterlibatan Ibu dan Ayah dalam kegiatan bermain dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi ananda, yang pada akhirnya akan membuat hubungan anak dan orangtua menjadi lebih dekat. Ketika Ayah dan Ibu bermain dengan ananda, orangtua sekali-sekali boleh mengarahkan, tetapi anak tetap yang paling aktif dalam bermain. Misalnya, ketika bermain masak-masakan, biarkan ananda yang menentukan bahan-bahan yang dipakai, bagaimana akan memasak, dan seterusnya. Namun Ayah dan Ibu bisa ikut memesan masakan yang disukai, Ibu pesan gado-gado ya tapi cabe-nya satu saja ya.

Orangtua seharusnya lebih peka dan tanggap akan kebutuhan anak waktu bermain, dan selalu berikan dukungan sehingga anak tetap semangat bermain. Jika ananda terlihat mengalami kesulitan saat memindahkan mainan, misalnya, tanyakan, apakah ia ingin dibantu namun tidak secara langsung mengulurkan bantuan, Sini, Nak, Ayah bantu, melainkan katakan, kayaknya berat, ya? Boleh Ayah tolong? Bisa juga dengan menyemangatinya, Coba Andi dorong pelan-pelan pakai kedua tangan ya, begitu pintar lo anak Ibu. Jadi, jangan langsung membantu agar anak tetap bersemangat dalam bermain.

Bermain Bagi Anak Usia Dini (part 1)

Raya, bayi perempuan kecil berumur 3 bulan, sedang mengeluarkan bermacam-macam suara dari mulutnya sambil memandangi tangannya. Sesekali tangannya dimasukkan ke dalam mulut, diselingi tawa kecilnya. Di dekatnya, Rafi, kakak laki-laki yang berusia 3 tahun, bermain mobil-mobilan dengan menggunakan kulit jeruk bali. Sementara di luar rumah ada 5 anak perempuan dan laki-laki sedang bermain petak umpet sambil tertawa-tawa.

A. Dunia Anak Adalah Bermain

Tahukah Ibu dan Ayah bahwa anak-anak di seluruh dunia melakukan suatu kegiatan yang disebut bermain? Tidak peduli mereka ada di Nigeria, Papua Nugini, Arab, Amerika, Eskimo, Nepal, Medan, Palangkaraya, Timika atau di mana pun. Ananda bisa bermain sendirian maupun dengan teman dan orang dewasa. Ananda dapat bermain dengan menggunakan alat permainan yang memang sengaja dibuat untuk anak-anak dan sudah digunakan di seluruh dunia sejak lama. Contohnya, boneka, bola, mainan yang merupakan tiruan dari alat-alat yang ada dalam kehidupan sehari-hari (seperti, alat masak-masakan, alat pertukangan, alat dokter-dokteran, mobi-mobilan), dan masih banyak lagi. Ananda juga dapat bermain dengan menggunakan apa pun benda yang mereka temukan, seperti kayu, batu, atau daun, menjadi mainan yang mereka inginkan. Ananda bermain seperti yang dicontohkan oleh orang dewasa atau anak-anak lain yang lebih tua. Ananda bermain dengan suara-suara yang mereka keluarkan atau percakapan yang mereka lakukan.

Pada dasarnya, semua orang bermain, dari bayi hingga remaja, bahkan sampai dewasa. Hanya saja, dibandingkan remaja dan orang dewasa, anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bermain. Hal ini didukung oleh Deklarasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pasal 7 ayat (3) yang berbunyi, “Anak perlu mendapatkan kesempatan penuh untuk bermain dan berekreasi, sama seperti kesempatan untuk mendapatkan pendidikan; masyarakat dan pemerintah harus berperan aktif mendukung pemenuhan hak tersebut”. Nah, karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bermain, maka tidak salah kalau ada ahli yang mengatakan bahwa bermain adalah “pekerjaan” anak; melalui bermain, anak akan tumbuh dan berkembang.

Sejak bayi, ananda sudah bermain, karena bermain adalah suatu kegiatan yang secara alamiah telah dimiliki oleh setiap anak. Tidak seperti kegiatan berjalan, berbicara, menulis, membaca atau berhitung, yang membutuhkan bantuan dari orang lain untuk mengajarkannya, maka untuk bisa bermain, anak-anak tidak memerlukan orang lain untuk memulai mengajarinya bermain. Sebenarnya, apa sih bermain itu? Secara umum orang berpendapat, bermain adalah kegiatan yang serta-merta atau tanpa direncanakan lebih dahulu, tidak mempunyai tujuan tertentu, dan lebih didorong oleh kebutuhan untuk memperoleh kesenangan. Jadi, bisa dibilang, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan anak-anak kita melakukannya setiap hari dengan senang hati. Dalam keadaan senang dan santai, tanpa disadari ananda akan lebih mudah mempelajari banyak hal. Semua yang dilihat dan didengar oleh ananda akan dengan mudah diiingat karena lebih berkesan, sehingga sebenarnya amat banyak hal yang dipelajari oleh anak-anak kita saat mereka sedang

Tentunya, kegiatan bermain anak berbeda-beda saat mereka masih bayi dibandingkan saat berusia 2 tahun. Ketika bayi, kegiatan bermain lebih banyak menggunakan anggota tubuhnya sendiri, kurang banyak menggunakan alat permainan, dan biasanya dilakukan sendirian atau dengan orangtua/orang dewasa lain. Setelah berusia sekitar 6 bulan, ananda mulai senang menggunakan alat permainan yang diberikan oleh orangtua. Sampai usia sekitar 2 tahun, biasanya ananda lebih banyak bermain di rumah dan lebih kerap bermain sendiri atau bersama dengan saudara kandung. Setelah masuk usia prasekolah (PAUD), barulah ananda lebih banyak bermain dengan teman sebaya.

B. MANFAAT BERMAIN

Dengan bermain, anak akan tumbuh dan berkembang. Ada 5 aspek perkembangan yang akan dirangsang dengan bermain, yaitu:

1. Aspek Fisik-Motorik

Yang dimaksud aspek fisik-motorik adalah kemampuan gerak, baik gerakan kasar maupun gerakan halus. Dengan bermain, ananda diharapkan dapat mengontrol, baik gerakan kasar maupun gerakan halusnya.

Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk merangsang gerakan kasar adalah:

a. Gerakan-gerakan menendang atau mengisap jari jemari pada bayi.

b. Berjalan pada satu garis lurus atau mengangkat satu kaki untuk keseimbangan.

c. Dudukkan ananda di pangkuan, pegang di bawah ketiaknya, gerakkan kaki Ibu/Ayah, dan buat suara seolah-olah ananda naik mobil/motor/kuda.

d. Menangkap atau menendang bola, dan masih banyak

Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk mengontrol gerakan halus adalah:

a. Menggenggam dan menggerak-gerakkan mainan pada bayi.

b. Bermain dengan tanah liat, ubleg, play dough.

Kegiatan ini baik untuk melatih keterampilan mengontrol jari-jemari. Sediakan adonan sagu dicampur air, berikan pewarna makanan atau menggunakan saus tomat, kemudian minta ananda mengambil adonan tersebut ke sebuah kertas dan membuat pola atau bentuk sesuai kehendak mereka.

c. Mengambil benda-benda berukuran kecil.

Kumpulkan beberapa benda kecil seperti biskuit, permen, batu kerikil, kulit kerang, dan lain-lain, lalu minta ananda mengambil benda-benda tersebut dan menaruhnya ke dalam botol. Kegiatan ini baik untuk melatih kemampuan gerakan halus serta menyatukan gerak dan irama antara mata dan tangan.

2. Aspek Sosial

Melalui bermain, ananda belajar mengenal jenis kelamin mereka, bagaimana membina hubungan dengan orang lain, mengerti aturan, bisa berbagi dengan orang lain, menunggu giliran, dan mampu memahami orang lain.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan aspek sosial adalah:

a. Ajak ananda bermain teka teki mengenai nama tetangga di sebelah kiri, kanan, dan depan rumah. Misalnya, Siapakah nama ayah yang rumahnya ada di depan rumah kita?.

b. Saat ananda bermain dengan teman-temannya, ajarkan agar ia mau berbagi mainan dengan teman atau menunggu giliran.

3. Aspek Emosi

Melalui kegiatan bermain, ananda dapat melatih kesabaran, belajar menerima kekalahan, kecewa, mengatur emosi marah, tidak mudah menyerah, dan dapat mengemukakan perasaan mereka. merangsang perkembangan emosi adalah:

a. Saat bermain bersama teman, lalu mereka rebutan mainan, maka ananda akan belajar mengatur emosi mereka.

b. Anak bermain peran sebagai guru, dapat melatih rasa percaya diri.

4. Aspek Bahasa

Saat bermain, ananda akan mendengar dan berbicara. Hal ini akan melatihnya untuk memahami orang lain dan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan pikirannya. Selain itu, melalui bahasa, ananda juga belajar untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan menambah penguasaan kata.

Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan aspek bahasa adalah:

a. Membacakan buku cerita.

b. Menyanyi lagu-lagu sederhana seperti Balonku

c. Mengajak ananda berbicara dan bermain cilukba pada bayi.

d. Bermain tebak kata. Contoh :Benda ini dipakai untuk makan, bentuknya biasanya bulat, apakah itu?.

5. Aspek Kecerdasan

Melalui bermain ananda belajar bagaimana menyelesaikan masalah, meningkatkan daya ingat, memusatkan perhatian pada suatu kegiatan, dan lain-lain.

Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aspek kecerdasan adalah:

a. Ajak ananda menyanyikan lagu Satu-satu aku sayang ibu hingga selesai. Saat menyanyi dan mengucapkan satu-satu, tunjukkan angka satu dengan jari, begitu seterusnya hingga tiga.

b. Ajak ananda menebak nama-nama anggota wajah, lalu beri pujian bila ia berhasil menunjukkan/menyebutkan. Misal :Ayo Nak, apa namanya ini?.sambil Ibu/Ayah menunjuk hidung atau mata, dan lainnya.

c. Bermain jual beli. Ini adalah awal ananda mengenal angka.

Rabu, 27 Maret 2013

Telepon Rumah…

Kamis, 28 Maret 2013

Hari ini adik-adik little egg bermain dengan telepon rumah.....
Mereka mencoba mengangkat telepon dan menelepon seseorang.
Seperti Deus yang berpura-pura menelepon ayahnya yang bekerja di Jakarta.
Setelah menelepon adik-adik mewarnai gambar telepon.....

20130326_094307

20130326_100058

Senin, 25 Maret 2013

Mengenal Laptop dan Komputer

Senin, 25 Maret 2013


Hari ini adik-adik berekplorasi tentang komputer dan laptop. Mereka mengenal tentang layar komputer, mouse, keyboard dan cara mengetik di laptop maupun di komputer. Ada yang sudah bisa mengetik namanya walau saat mencari huruf yang dimaksud butuh waktu yang agak lama karena selama ini mereka hanya menuliskan dikertas. Mereka juga bisa mengurutkan angka 1234567890, hal ini lebih mudah kerena angkanya berurutan. Mereka senang memakai laptop dan komputer. PR untuk mama-mamanya mendampingi dan mengajari adik-adik memainkan permainan yang ada di laptop maupun komputer.

20130325_092408

20130325_094105

Yukk… Mengenal telepon genggam..

Jumat,22 Maret 2013

Hari ini adik-adik Big Egg berekplorasi memakai telepon genggam/handphone dan menelepon papa atau mama bahkan ada yang telepon eyang karena papa-mama ikut mengantar ke sekolah. Ada yang telepon minta dibelikan baju, ada yang minta makananan dan ada yang minta mainan, di telepon adik-adik juga bercerita tentang kegiatan mereka di sekolah dan mereka juga menanyakan aktivitas papa atau mama atau eyang mereka pagi ini. Seru ya......dengar obrolan mereka sungguh menyenangkan.
Setelah menggunakan handphone, adik-adik membuat mainan dari gelas plastik menjadi sebuah telepon yang juga dihias. Setelah dihias mereka mencoba telepon mainan tersebut, berbicara dengan mama memakai telepon yang telah dibuat.....bangganya

20130322_092334

20130322_100024

Kamis, 21 Maret 2013

Mengenal Api…

Kamis, 21 Maret 2013

Hari ini, kami kelas Little berekplorasi tentang api. Kami diberitahu tentang bahaya api dan manfaat api. Kami juga diajak membakar sampah, kebetulan KFC sedang bersih-bersih halaman jadi banyak rumput kering yg bisa kami bakar.
Setelah kami melihat bentuk api, kami menggambar api. Kreasi api kami bagus.

20130321_100119

Komunikasi Orangtua (part 2)

A. 6 Hal Yang Wajib Dihindari Dalam Komunikasi

Satu langkah yang baik dalam perkawinan adalah menyadari sumber masalah dalam perkawinan itu sendiri. Penelitian membuktikan bahwa para istri lebih banyak berkomunikasi baik pada pasangan maupun pada anak-anak. Para istri juga mengakui bahwa mereka lebih terbuka dalam menunjukkan perasaannya dibandingkan dengan para suami.

Para suami umumnya dilaporkan memang lebih banyak melakukan kegiatan yang tidak mengharuskan mereka berkomunikasi secara terbuka dengan pasangannya. Umumnya para suami lebih banyak menggunakan waktu di rumah dengan menonton televisi dibandingkan harus berkomunikasi dengan istri ataupun anak.

Menyadari bahwa adanya perbedaan cara komunikasi antara suami dan istri maka perlu disadari hal-hal apa saja yang menghambat pasangan untuk berkomunikasi. Komunikasi yang baik akan membantu pasangan menyelesaikan masalahnya, membuat keputusan dan mengungkapkan perasaannya secara tepat pula.

Berikut beberapa hal yang tidak dianjurkan ketika berkomunikasi di antara pasangan suami istri:

1. Pandangan yang merendahkan

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa mata tidak pernah berbohong, jadi cara kita memandang pasangan menunjukkan pesan yang sesungguhnya. Tidak memandang ke arah lawan bicara mengindikasikan bahwa lawan bicara kita tidak penting. Untuk itu bisa Anda bayangkan bila hal ini dilakukan kepada pasangan. Ia tentu akan merasa direndahkan dan tidak dianggap penting oleh Anda.

2. Kritik

Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan memberikan kritikan yang menyinggung membuat pasangan merasa tidak dihargai. Contoh : ”Mestinya tahu bahwa kamu tidak bisa masak, jadi kenapa harus susah-susah masak!”

3. Prasangka

Seringkali kita sudah berprasangka terhadap apa yang akan dikatakan oleh pasangan, karena itu kemudian kita cenderung tidak mau mendengarkan. Contoh : “Aku sudah tahu apa alasanmu, jadi buat apa kamu menjelaskan lagi!”

4. Menyalahkan

Dalam kondisi marah dan tegang, kita cenderung lebih mudah mencari kesalahan pada oranglain.

Contoh: ”Ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak pulang terlambat kejadiannya tidak akan seperti ini!”

5. Tidak mau mendengarkan

Merasa bahwa kita ada dipihak yang benar, dan paling tahu segalanya sehingga tidak lagi merasa perlu mendengarkan pendapat dan masukan dari orang lain.

6. Menantang

Emosi negatif seringkali membuat kita terpancing untuk menantang pasangan.

Contoh : “Iya…memang kamu paling pandai di rumah ini.

Semua bisa kamu selesaikan sementara saya memang tidak bisa apa-apa. Ayo tunjukkan apa lagi kehebatan kamu!”

B. Kiat-kiat Komunikasi Efektif Pasutri

Menyadari bahwa pada dasarnya suami dan istri memang berbeda. Sulit untuk mengubah kondisi tersebut maka kita perlu melakukan suatu cara agar bisa menyelaraskan perbedaan tersebut.

Berikut beberapa kiat-kiat yang mungkin bisa dilakukan pasangan agar bisa berkomunikasi dengan lebih baik.

1. Pandai-pandai memilih kesempatan

Sebelum mengajak untuk berbicara lihatlah dulu kondisi psikologis pasangan, misalnya ia terlihat letih atau capai. Suasana hatinya sedang baik atau tidak. Kalau ia menunjukkan tanda-tanda itu, ajaklah pasangan mengobrol hal-hal yang ringan saja. Bila perlu beri ia waktu istirahat tanpa diganggu. Siapkan minuman hangat untuknya. Malam hari atau akhir minggu biasanya waktu yang paling pas. Sebelum tidur sempatkan bicara selama kurang lebih 15-20 menit.

2. Gunakan pesan “aku/saya”

Dalam berkomunikasi ada istilah asertif, artinya berusaha menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan kita tapi tanpa melukai ataupun merendahkan orang lain. Untuk bisa menyampaikan sesuatu secara terus terang mengenai apa yang dirasakan maka pesan “aku/saya” lah yang harus dipakai.

Misalnya: “Aku merasa diabaikan dengan kamu kerja sampai malam setiap hari.” atau “Saya merasa mengasuh anak tanpa dibantu oleh kamu.”

3. Berusaha untuk jujur dan terbuka

Mencoba jujur dengan apa yang dirasakan dan dilihat. Bukan membesar-besarkan masalah yang ada.

Misalnya: “Setiap hari kamu lembur, saya tahu bahwa kamu memang sudah tidak merasa nyaman di rumah dan lebih senang ada di kantor.” Kalimat yang baik, “Saya merasa diabaikan dengan setiap hari kamu lembur.”

4. Belajar menjadi pendengar yang baik

Mendengarkan bukan berarti harus diam. Sikap tubuh yang baik dengan menatap wajahnya dan mengungkapkan kata-kata menghibur apabila ia sudah mulai mengeluh.

5. Berbicara hal yang positif/baik

Hal ini mudah untuk dikatakan, namun sulit untuk dilakukan. Bila pembicaraan makin memanas umumnya kita mudah terpancing untuk menunjukkan perasaan negatif. Bila Anda dan pasangan mulai merasa bahwa situasi semakin memanas cobalah untuk menunda pembicaraan. Berhentilah dan coba untuk mengendalikan diri. Pembicaraan dilanjutkan lagi bila sudah bisa menjaga perasaan lebih positif. Sepakati dari awal jika salah satu mulai terpancing maka pembicaraan harus segera dihentikan, dan tentukan bersama waktu yang tepat untuk kembali membicarakan hal tersebut.

6. Semangat untuk berbagi

Pasangan seharusnya berada pada posisi yang setara. Kesetaraan ini tidak berarti harus melakukan hal yang sama, tapi saling melengkapi. Ketidakmampuan salah satu pasangan bisa ditutupi oleh pasangan lainnya sehingga ketimpangan dalam perkawinan tidak terjadi. Semangat ini juga harus ada dalam berkomunikasi. Anda dan pasangan seharusnya bisa membicarakan apa saja tanpa merasa pasangan tidak akan mengerti, mulai dari urusan pekerjaan, keuangan, pengasuhan anak, pembantu, sampai kehidupan seks, dan lain-lain.

1. Tunjukkan ketidaksetujuan pada permasalahan bukan menyerang sosoknya

Komunikasikan secara jelas dan spesifik masalah yang mengganggu diri Anda (bisakah menaruh buku atau koran yang sudah dibaca pada tempatnya) dan tidak menyerang dirinya (kenapa sih kamu susah sekali diberitahu, dan selalu saja berantakan).

C. Bahan Renungan

Nilai-nilai yang perlu dikembangkan antara suami istri

• Saling menghargai

• Kasih sayang

•- Merasakan perasaan pasangan

• Mendengar dengan hati

• Berpikir positif

• Ikhlas dalam melakukan tugas

• Menghargai perbedaan

• Menerima pasangan apa adanya

D. Pesan Suami Istri

Menciptakan komunikasi pasangan suami istri (pasutri) yang tepat dan baik bukanlah hal yang mudah. Itu akan menjadi lebih mudah dilakukan dengan niat dan usaha untuk mempertahankan perkawinan.

Kesadaran bahwa perkawinan adalah menyatukan dua manusia dengan latarbelakang yang berbeda akan membantu banyak pasangan untuk melihat perbedaan itu bukan sebagai suatu ancaman namun tantangan untuk bisa menyatukannya dalam kehidupan perkawinan.

Kehadiran buah hati dalam perkawinan tentunya sangat diharapkan oleh pasangan, dan keberhasilan dalam berkomunikasi diantara pasangan tentunya juga akan terbawa saat mereka melakukan hal tersebut pada anak. Berilah contoh bagaimana menunjukkan rasa sayang, menyelesaikan masalah, mengungkapkan kemarahan dengan konstruktif, karena pada saat ini kita sebagai pasangan sedang menabur pupuk dan benih kepada anak-anak. Kita sebagai orangtua adalah contoh terbaik bagi anak-anak. Perkawinan yang hanya dihiasi oleh pertengkaran, saling mendiamkan dan masing-masing pasangan berjalan dengan keinginannya sendiri akan menjadi contoh buruk bagi anak kelak ketika ia menjadi orangtua.

Akhir kata, perkawinan yang ideal haruslah memiliki tiga aspek (kemesraan hubungan suami istri, kedekatan emosi, dan komitmen) yang berjalan selaras, kegagalan salah satu aspek akan membuat perkawinan menjadi pincang. Ketiga aspek inilah yang menjadi isu yang harus terus dikomunikasikan dalam perkawinan agar ketiganya tetap ada dalam kehidupan pasangan suami-istri.

E. Daftar Istilah

1. Konstruktif: susunan, model atau bentuk yang teratur.

2. Komitmen: perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu.

F. Sumber Bacaan

Don’t You Dare to Get Marrie; Until you read this ; • Donaldson, C., Three Rivers Press, 2001,

Personal Adjustment, Marriage and Family Living; • Landis, Judson T. & Landis, Mary G., Prentice Hall, 1970

Intimate Relationships; A Practical Introduction; William, • B.K., Sawyer, S.C., Wahlstrom, C.M. , Pearson Education Inc., 2006

Perempuan; Shihab, M.Q, Penerbit Lentera Hati, 2009•

Judiana Ratna Sari, M.Si

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal

Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011

Komunikasi Orangtua (part 1)

A. Pentingnya Komunikasi Suami Istri

Ibu – Bapak salah satu tahapan perkembangan manusia adalah membentuk ikatan keluarga secara sah dalam lembaga perkawinan. Itu ditunjukkan dengan saling berjanji dan berkeinginan untuk mengikat diri dalam lembaga perkawinan antara dua manusia, yakni laki-laki dan perempuan. Harapan selanjutnya dari setiap pasangan yang memiliki latarbelakang berbeda tersebut mampu meraih kebahagiaan dan kelanggengan sepanjang kehidupan perkawinan mereka. Usaha untuk mencapai tahap ini tentunya tidak mudah, perlu penyesuaian diri dari masing-masing orang dalam perkawinan.

Perkawinan ibarat merawat tanaman. Ia perlu disirami dan diberi pupuk agar tumbuh subur dan bisa memberikan manfaat terhadap hubungan suami-istri dan lingkungannya. Suami-istri perlu saling berbagi dalam irama kehidupan perkawinannya, mulai dari urusan pekerjaan, anak, urusan pribadi dan lain-lain. Bahkan urusan keluarga besar pun perlu diperhatikan.

Hal yang paling mendasar dalam perkawinan selain rasa sayang dan cinta adalah komunikasi. Komunikasi merupakan alat agar pasangan dapat saling mengerti dan memahami sehingga kualitas hubungan menjadi makin baik. Komunikasi tidak hanya sekedar berbicara saja tapi juga perlu beberapa ketrampilan lain. Bacaan ini diharapkan bisa membantu pasangan suami istri agar lebih terampil berkomunikasi dalam kehidupan rumahtangganya. Selamat membaca.

B. Komunikasi Sukses Suami Istri

Tanpa disadari sebagaian besar waktu manusia dimanfaatkan untuk berkomunikasi. Mulai dari bangun tidur pagi hingga malam menjelang mau tidur. Apa itu komunikasi? Komunikasi adalah kegiatan penyampaian suatu pesan dari seseorang kepada orang lain. Pesan yang disampaikan dapat berupa pemikiran atau perasaan seseorang. Penyampaiannya bisa dilakukan dengan berbicara langsung, atau melalui tulisan, gambar, dan gerakan tubuh tertentu. Komunikasi dianggap berhasil apa bila pesan yang disampaikan oleh seseorang dimengerti dan dipahami oleh orang lain.

Kualitas hidup kita pun banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam berkomunikasi dengan sesama. Komunikasi antara suami istri, orang tua dan anak, dengan tetangga, teman dan lain-lain. Demikian pula dengan keberhasilan dan kepuasan perkawinan pun ternyata ditentukan oleh keberhasilan suami dan istri dalam berkomunikasi. Kegagalan dalam berkomunikasi tidak jarang berakhir dengan perpisahan.

Mengapa komunikasi penting dalam perkawinan?

Setelah menikah dan hidup bersama pastilah setiap hari pasangan saling berkomunikasi. Komunikasi suami istri tidak hanya berupa pembicaraan saja. Sentuhan fisik seperti belaian, pelukan, tatapan mata adalah juga bentuk komunikasi yang penting dalam hubungan suami istri. Cara kita berkomunikasi dengan pasangan pastilah berbeda ketika kita melakukannya dengan teman, anak, tetangga.

Keberhasilan komunikasi pasangan haruslah dimulai dengan penghargaan terhadap pasangan. Hal lain yang turut menentukan adalah kemampuan menunjukkan empati. Empati adalah suatu upaya untuk menempatkan diri pada situasi dan kondisi yang dialami oleh orang lain. Selain itu, kemampuan mendengar dari masing-masing pasangan. Mendengarkan tidak hanya melibatkan indra pendengaran saja tapi juga mendengar dengan hati dan perasaan.

C. Gaya Komunikasi Perempuan Dan Laki-laki

Tuhan menciptakan manusia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Mereka diciptakan dengan berbagai perbedaan. Selain bentuk tubuh yang berbeda, cara berpikir dan berkomunikasinya juga berbeda.

Ada beberapa perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dapat memengaruhi komunikasi.

1. Laki-laki dinilai lebih menggunakan pikiran, sementara perempuan dinilai menuruti perasaannya.

2. Laki-laki lebih memilih diam, ketika menghadapi masalah. Sebaliknya, perempuan merasa lebih senang membicarakan kesulitan yang dihadapi dengan teman-teman.

3. Laki-laki lebih mementingkan urusan pekerjaan, sementara perempuan lebih mementingkan keluarga.

4. Laki-laki sulit menangkap sesuatu yang ada dalam hati atau pikiran perempuan, mereka pun tidak terbiasa menduga-duga. Sementara perempuan ingin dimengerti dan dipahami tanpa mereka perlu berbicara.

Perbedaan-perbedaan ini tentunya membutuhkan penyesuaian dalam kehidupan perkawinan. Bila perbedaan itu tidak terselesaikan, bisa jadi malah akan membawa masalah. Belum lagi permasalahan yang muncul dalam perkawinan itu kemudian.

D. Hal-hal Yang Perlu Dikomunikasikan Dalam

Perbedaan latarbelakang keluarga, budaya, pendidikan, ekonomi, kebiasaan adalah hal-hal yang seringkali harus dikomunikasikan diantara suami istri. Selain hal diatas berikut ini akan dijelaskan hal-hal yang sering dikeluhkan oleh pasangan sebagai penyebab kurang harmonisnya komunikasi diantara mereka.

1. Pekerjaan rumahtangga

Suami dan istri seringkali berbeda pendapat dalam urusan pekerjaan rumahtangga. Pembagian tugas ini seringkali harus disesuaikan jika kemudian istri bekerja. Banyak suami yang merasa tidak pantas jika harus mencuci pakaian, memasak, mengepel, atau harus memandikan anak. Sementara istri merasa berkeberatan jika harus ke bengkel, membetulkan listrik ataupun saluran air.

2. Uang

Uang adalah masalah peka dalam perkawinan. Berapa penghasilan yang diperoleh, bagaimana uang yang didapat akan digunakan, apakah perlu terbuka mengenai penghasilan pada pasangan? Uang seringkali disamakan dengan kekuasaan, siapa yang berpenghasilan besar dalam keluarga maka dialah yang kemudian menjadi penguasa dalam keluarga.

3. Hubungan intim suami istri

Perbedaan gaya dan cara melakukan hubungan, pilihan waktu, tempat dan suasana seringkali memicu permasalah pada suami istri.

4. Kesetiaan

Apakah benar pasangan pulang terlambat karena pekerjaan yang sangat banyak? Benarkah ia tidak pulang karena memang harus bekerja? Semua pertanyaan diatas menunjukkan bahwa seringkali kesetiaan perkawinan diuji, apalagi kemudian di kota besar kesempatan bekerja untuk perempuan makin terbuka lebar sehingga kesempatan pun semakin terbuka untuk bergaul dengan berbagai macam orang.

5. Pengasuhan anak

Kehadiran anak tidak dipungkiri lagi memberikan perasaan bahagia namun disisi lain memiliki anak berarti siap memberikan perhatian dan kasih sayang. Siapa dan bagaimana mengasuh anak seringkali juga menjadi sumber masalah dalam keluarga.

6. Hak-hak pribadi

Perkawinan seringkali menuntut pengorbanan atas hak-hak pribadi masing-masing individu. Mereka jadi sulit untuk bertemu dengan teman-teman masa kecilnya, sulit melakukan hobi atau kebiasaan sebelum menikah. Ketika salah satu menuntut untuk dihargai hak pribadinya maka yang terjadi adalah pertengkaran dan menganggap bahwa mereka mau menang sendiri.

7. Perbedaan dalam hal minat, hobi dan kebiasaan

Perbedaan dalam memilih warna pakaian, makanan, dan hal-hal kecil lain baru disadari ketika pasangan mulai menjalani hidup bersama. Banyak pasangan yang baru menyadari bahwa teman hidupnya ternyata sulit untuk rapi, semua benda diletakkan di sembarang tempat. Perbedaan kecil ini apabila tidak ada saling mengerti bisa menjadi sumber masalah yang berkembang besar.

Menyadari berbagai hal yang dikomunikasikan dalam perkawinan merupakan satu langkah awal untuk menemukan penyelesaikan yang tepat. Langkah selanjutnya adalah bagaimana pasangan mencoba berkomunikasi mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut.

Rabu, 20 Maret 2013

Kegiatan Outing Little 1 Academy

Rencana kegiatan Outing Little 1 Academy Kelas Big dan Little
1. Tanggal 3 April 2013 pukul 08.00-11.00 WIB, kegiatan Outing ke dinas pemadam kebakaran kota semarang jl. madukoro no 6 semarang
pemadam
2. Tanggal 10 April 2013 pukul 08.30-11.00 WIB, kegiatan outing ke Musium Rekor Indonesia yang bertempat di Jamu Jago jl. Setiabudi Semarang.

buku-muri

Pendidikan Berkarakter Sejak Dini (part 2)

A. Pembentukan Karakter Berlangsung Seumur Hidup

Proses pembentukan karakter diawali dengan kondisi pribadi ibu-ayah sebagai figur yang berpengaruh untuk menjadi panutan, keteladanan, dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Anak lebih mudah meniru perilaku daripada menuruti nasihat yang diberikan ibu-ayahnya.

Mereka belajar melalui mengamati apa yang ada dan terjadi di sekitarnya, bukan lewat nasihat semata-mata. Nilai yang diajarkan melalui kata-kata, hanya sedikit yang akan mereka lakukan, sedangkan nilai yang diajarkan melalui perbuatan, akan banyak mereka lakukan. Sikap dan perilaku ibu-ayah sehari-hari merupakan pendidikan watak yang terjadi secara berkelanjutan, terus-menerus dalam perjalanan umur anak.

Proses selanjutnya adalah memberikan pemahaman dan contoh perilaku kepada anak tentang baik dan buruk, benar atau salah, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Anak juga perlu diajarkan untuk dapat memilah dan memilih sesuatu yang baik, sehingga ia bisa mengerti tindakan apa yang harus diambil, serta mampu mengutamakan hal-hal positif untuk dirinya. Untuk itu diperlukan suasana pendidikan yang menganut prinsip 3A, yaikni asih (kasih), asah (memahirkan), dan asuh (bimbingan). Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian, serta dalam situasi yang dirasakan nyaman dan damai.

B. Mencintai Anak Tanpa Syarat

Anak akan mengembangkan pergaulan sosialnya secara sehat, jika dalam diri mereka ada perasaan berharga, berkemampuan, dan pantas untuk dicintai. Setiap anak membutuhkan perhatian, sapaan, penghargaan positif, dan cinta tanpa syarat sehingga anak dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang ada dalam dirinya dengan baik. Berdasarkan pengalaman ini anak juga akan memperlakukan orang lain dengan cinta dan perhatian, memperlakukan orang lain secara positif sesuai dengan nilai-nilai moral yang diperoleh.

Anak pun akan memahami, teman-temannya juga pantas dihargai, dicintai, dan diperhatikan seperti dirinya. Menunjukkan cinta tanpa syarat tidak berarti ibu-ayah tak boleh menegur perbuatan negatif anak. Ibu-ayah tetap harus menegur dan memberikan sanksi atas pelanggaran atau perbuatan negatif tersebut. Perlu pemahaman ibu-ayah untuk membedakan antara ”perbuatan yang dilakukan” dengan “pribadi” anak itu sendiri.

Bukan “pribadi” anak itu yang membuat ibu-ayah marah, tetapi salah satu perbuatannya. Tunjukkan kesalahan sikap atau perbuatannya sekaligus tetap menghargainya sebagai anak. Cinta tanpa syarat berpusat pada “pribadi” anak, sedangkan pendisiplinan berfokus pada perilaku atau sikap tertentu anak. Dalam membentuk karakter anak, ibu-ayah perlu memahami tahapan perkembangan anak.

C. Membentuk Karakter Sesuai Tahap Perkembangan Anak

1. Usia 0-18 Bulan

Tahun pertama kehidupan anak menjadi penting dalam membangun karakter anak. Caranya dengan membangun kualitas hubungan antara ibu-ayah dan anak. Kepekaan ibu-ayah terhadap kebutuhan anak menjadi akar dari pembentukkan karakter anak. Jika ibu-ayah peka atau tanggap terhadap kebutuhan anak, maka anak akan merasa nyaman dan tumbuh rasa percaya di dalam dirinya. Contoh, ketika anak menangis, ibu/ayah segera datang dan menenangkannya; ketika lapar, ibu segera menyusuinya.

Dari sini anak belajar, peka/tanggap terhadap kebutuhan orang lain adalah hal yang baik untuk dilakukan karena menimbulkan rasa nyaman dan percaya. Sebaliknya, jika ibu-ayah tidak peka/tanggap terhadap kebutuhan anaknya di tahun pertama kehidupan, anak akan merasa tidak nyaman, sehingga tidak tumbuh rasa peka dan percaya terhadap orang lain di dalam dirinya.

2. Usia 18 Bulan-3 Tahun

Anak belum dapat memahami apa yang benar dan salah. Anak belum memahami jika memukul orang lain itu salah, misalnya. Anak mengetahui perbuatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan karena ibu-ayah memberitahukannya atau karena ibu-ayah memberinya konsekuensi¹. Pada tahap ini anak belajar, mematuhi ibu-ayah adalah suatu norma.

3. Usia 3-6 Tahun

Anak mulai menjiwai nilai-nilai yang diterapkan oleh ibu-ayah di dalam keluarga. Anak juga mulai memahami, setiap perbuatannya dapat memiliki akibat tertentu sesuai dengan yang diajarkan oleh ibu-ayah. Misalnya, jika memukul adik, maka adik akan menangis; tangan itu digunakan bukan untuk memukul tetapi untuk melakukan hal yang baik seperti membelai, mengusap, dan mendekap.

Dalam upaya membentuk watak atau tabiat anak, ada beberapa hal yang perlu dilakukan ibu-ayah.

1. Menegakkan disiplin secara ajek.

1) Anak harus diperkenalkan dengan batasan-batasan. Anak harus tahu mana batas-batasnya, apa yang menjadi tanggung jawabnya, dan apa yang bukan merupakan tanggung jawabnya.

2) Ajak anak untuk membuat batasan-batasan tersebut, tidak hanya dibuat oleh ibu-ayah saja. Pengenalan batasan merupakan dasar penegakan disiplin, sehingga anak mengetahui perilaku yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

3) Ibu-ayah harus memiliki dan menampilkan sikap dan perlakuan yang ajek. Bila satu saat melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu, di saat lain ketika suatu perilaku terulang kembali, harus tetap pada sikap yang sama (tidak berubah).

4) Hindari sikap keras karena hanya akan melahirkan disiplin semu. Maksudnya, anak patuh karena takut akan mendapat hukuman dari ibu-ayah apabila ia melanggar disiplin.

5) Jangan pula bersikap terlalu lemah karena disiplin akan sulit ditegakkan atau akhirnya akan menghasilkan sikap acuh tak acuh (masa bodoh), cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab, dan tidak menumbuhkan norma-norma tertentu pada anak sebagai suatu pembentukan karakter.

2. Terlibat penuh dalam membangun karakter anak.

Ibu-ayah yang memiliki keinginan diri dan terlibat sepenuhnya dalam menumbuhkan karakter anak akan lebih berhasil dalam membentuk karakter anak. Begitu pun jika ibu-ayah dalam kesehariannya mempraktikkan apa-apa yang akan ditanamkannya kepada anak. Contoh, ibu-ayah ingin menanamkan berperilaku jujur, bertutur kata sopan, serta bertanggung jawab. Namun bila dalam keseharian ternyata ibu-ayah justru menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka apa yang akan terjadi dengan perkembangan jiwa anak? Anak akan mengalami suatu kebingungan, mungkin juga konflik, karena ketidakajekan ibu-ayahnya dalam berkata dan berperilaku. Inilah yang menjadikan alasan bagi anak untuk tidak melakukan apa yang diinginkan ibu-ayahnya.

3. Menjadi contoh yang baik atau teladan bagi anak.

Ingat, anak cenderung meniru perilaku ibu-ayahnya dibandingkan hanya mendengarkan kata-katanya. Itulah mengapa, ibu-ayah harus juga berperilaku sesuai dengan nilai-nilai keutamaan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, agar bisa menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ibu-ayah, di antaranya:

1) Menyadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan menjadikan diri sebagai teladan utama bagi anak-anak.

2) Menentukan nilai-nilai yang paling sesuai serta menunjukkan nilai-nilai mana yang harus diutamakan melalui kegiatan dan pengalaman sehari-hari.

3) Menunjukkan pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi².

4) Menghadapi anak dengan penuh penghargaan, cinta, dan pengertian.

5) Meyakini akan nilai-nilai yang paling sesuai untuk dimiliki.

6) Menciptakan pengalaman yang bernilai dan bermakna bersama anak, kemudian menanyakannya kepada anak tentang bagaimana sebaiknya harus mengambil pilihan atau keputusan.

4. Menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak.

Selain menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, untuk menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak, ibu-ayah juga perlu melakukan hal-hal berikut:

1) Jelaskan kepada anak yang sudah dapat berbicara, alasan penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Ajak anak bertukar pikiran agar ibu-ayah dapat mengetahui pendapatnya tentang seberapa jauh ia memahami nilai-nilai moral tersebut.

2) Jelaskan kepada anak mengenai dampak perilaku positif maupun negatif yang dilakukannya. Contoh, ketika anak merapikan mainannya, ibu-ayah dapat mengatakan, ”Nak, mainannya kalau dibereskan jadi rapi dan kamu akan lebih mudah untuk menemukan mainan yang ingin kamu mainkan.” Begitu juga ketika anak melakukan kesalahan, semisal ia memukul adiknya, katakan, “Adik jadi menangis kalau kamu pukul.”

3) Berikan penghargaan kepada anak, seperti pujian, pelukan, ciuman, ucapan terima kasih, dan lainnya, ketika anak berperilaku positif, sehingga anak terdorong untuk mengulangi perilaku positif tersebut.

4) Bacakan dongeng atau cerita yang mengisahkan suatu perbuatan baik/positif. Gunakan bahasa sederhana yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak agar anak dapat memahami dan menikmati isi cerita tersebut.

D. Penutup

Karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Pembentukan karakter dimulai sejak usia dini dan berlangsung sepanjang hidup manusia. Karakter anak akan terbentuk dengan baik jika dalam proses tumbuh kembangnya anak mendapatkan cukup ruang untuk mengungkapkan diri secara leluasa. Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa ini dikemudian hari. Diharapkan, buku bacaan ini dapat membantu membantu ibu-ayah dalam membentuk karakter ananda maupun mengubah karakternya yang negatif, sehingga terbentuklah karakter yang baik.

E. Daftar Istilah

1. Konsekuensi = akibat tidak menyenangkan yang harus diterima atas pelanggaran atau perbuatan salah/negatif yang dilakukan

2. Terintegrasi = sudah diintegrasikan; dapat diintegrasikan

3. Integrasi = pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat

F. Sumber Bacaan

The Family Virtue Guide: Smple Ways to Bring Out in Our Children and Ourselves. Popov oleh Linda Kavelin. Penguin Book USA Inc. Tahun 1997.

Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur oleh Sedyawati, dkk. Penerbit: Balai Pustaka, tahun 1999.

10 Tips for Raising Moral Kids. Dalam http://www.micheleborba.com/Pages/ArtBMI13.htm.tanggal 23 Maret 2010

The Disipline Book oleh Sears & Sears.Little Brown & Company. Tahun 1995.

Pendidikan Karakter oleh Abdullah Munir. Penerbit: Pedagogia, tahun 201

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal

Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011

Bereksplorasi dengan Telepon…

Rabu, 20 Maret 2013

Hari ini kelas big bermain dan berekplorasi dengan telepon rumah. Adik-adik mengenal bagian telepon rumah, ada kabel telepon, gagang telepon dan pesawat telepon. Mereka juga praktek menggunakan telepon baik itu telepon maupun menerima telepon rumah Seru sekali pelajaran hari ini.
20130320_093339Setelah mengenal telepon rumah dan berekplorasi dengan telepon rumah, adik-adik big egg mewarnai gambar telepon rumah. Serius sekali ya mewarnainya.....hasilnya pun bagus-bagus. Lebih hebatnya tanpa bantuan mama, membuat sendiri, bangga rasanya.
     20130320_095243   20130320_093023

Pendidikan Berkarakter Sejak Dini (part 1)

Karakter bangsa merupakan aspek penting yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya (SDM). Oleh karena itu, karakter yang berkualitas perlu dibina sejak usia dini agar anak terbiasa berperilaku positif. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
KARAKTER adalah watak, sifat, atau hal-hal yang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang sehingga membedakan seseorang daripada yang lain. Sering orang menyebutnya dengan ”tabiat” atau ”perangai”. Apa pun sebutannya, karakter adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran, perasaan, dan perbuatannya.
Karakter ibarat pisau bermata dua. Karakter memiliki kemungkinan akan membuahkan dua sifat yang berbeda atau saling bertolak belakang. Contoh, anak yang memiliki keyakinan tinggi. Hal ini akan menumbuhkan sifat berani sebagai buah keyakinan yang dimilikinya atau justru sebaliknya memunculkan sifat sembrono, kurang perhitungan karena terlalu yakin akan kemampuannya.
Begitu besar pengaruh karakter dalam kehidupan seseorang. Maka itulah pembentukan karakter harus dilakukan sejak usia dini.
Taburlah satu pikiran positif, maka akan menuai tindakan.
Taburlah satu tindakan, maka akan menuai kebiasaan.
Taburlah satu kebiasaan, maka akan menuai karakter.
Taburlah satu karakter, maka akan menuai nasib.
Membangun karakter ibarat mengukir. Sifat ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir, tidak mudah usang tertelan waktu atau aus karena gesekan. Menghilangkan ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya. Demikian juga dengan karakter yang merupakan sebuah pola, baik itu pikiran, perasaan, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Proses membangun karakter pada anak juga ibarat mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga ”berbentuk” unik, menarik, dan berbeda antara satu dengan yang lain. Setiap orang memiliki karakter berbeda-beda. Ada orang yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, ada juga yang berperilaku negatif atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam budaya setempat (tidak/belum berkarakter atau “berkarakter” tercela).
Dengan demikian, dalam pendidikan karakter, setiap anak memiliki potensi untuk berperilaku positif atau negatif. Jika ibu-ayah membentuk karakter positif sejak anak usia dini, maka yang berkembang adalah perilaku positif tersebut. Jika tidak, tentu yang akan terjadi sebaliknya. Nah, bagaimana cara membangun karakter anak, berikut ini diuraikan beberapa hal yang perlu diketahui ibu-ayah.
A. Pembentukan Kaeakter Dipengaruhi Faktor Bawaan Dan Lingkungan
Ada dua faktor yang mempengaruhi pembantukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan, pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan interaksi (hubungan) orangtua-anak. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif pula pada anak.
Salah satu contoh kisah nyata, seorang anak laki-laki dibesarkan dalam lingkungan binatang. Si anak berjalan dengan merangkak, makan, bertingkah laku, dan bersuara seperti binatang karena ia tidak bisa bicara. Orang yang menemukan si anak berusaha mendidiknya kembali seperti halnya anak-anak pada umumnya.
Hasilnya, si anak tetap memiliki pribadi seperti binatang karena sebagian besar hidupnya dilalui bersama binatang sejak usia dini. Tampak di sini betapa besar pengaruh lingkungan terhadap pembentukan karakter. Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh bawaan, tetapi juga lingkungan (terutama, dalam keluarga) memiliki pengaruh yang sangat besar.
Karakter berhubungan dengan perilaku positif yang berkaitan dengan moral yang berlaku, seperti kejujuran, percaya diri, bertanggung jawab, penolong, dapat dipercaya, menghargai, menghormati, menyayangi, dan sebagainya. Pada dasarnya, setiap anak memiliki semua perilaku positif tersebut, sebagaimana telah ditanamkan oleh Sang Pencipta di dalam kodratnya.
Masalahnya, kemampuan dasar yang terdapat di dalam diri anak itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh melalui pengasuhan dan bimbingan yang positif dari ibu-ayah. Jika setiap anak dan keluarga memiliki karakter positif, maka akan tercipta masyarakat dengan moral yang baik, sehingga akan tercipta pula bangsa yang dapat hidup rukun sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.
B. Orangtua Yang Berkarakter Menumbuhkan Anak Yang
Seseorang tidak dapat membantu orang lain jika ia tidak dapat membantu dirinya sendiri. Begitu juga dengan orangtua yang ingin menumbuhkan karakter positif dalam diri anak. Jika ibu-ayah ingin anaknya memiliki karakter positif, maka ibu-ayah harus memiliki karakter positif pula. Ini berarti, ibu-ayah dituntut menerapkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-harinya, serta memperlakukan anak sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut. Jadi, tidak hanya sekadar memberi tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan anak.
Lagi pula, pada dasarnya anak memang lebih mudah belajar sesuatu melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain atau lingkungan sekitarya, bukan sekadar mendengarkan kata-kata saja.
Salah satu contohnya, jika ibu-ayah ingin mengembangkan sifat peduli pada anak, maka ibu-ayah juga menerapkan perilaku peduli, baik kepada anak maupun lingkungan sekitarnya. Sikap peduli tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian kepada anak, mendengarkan keluh-kesah anak, membantu orang lain yang sedang mengalami masalah, dan sebagainya. Ketika ibu-ayah peduli dengan anak, anak akan merasa nyaman.
Anak pun belajar, bersikap peduli adalah perilaku yang tepat karena menimbulkan rasa nyaman dan bermanfaat bagi setiap orang, sehingga anak kemudian akan menerapkan sikap peduli dalam kehidupan sehari-harinya. Itulah mengapa, agar anak memiliki karakter positif, ibu-ayah dituntut memiliki perilaku positif pula sehinga dapat menjadi teladan bagi anak.
C. Pembentukan Karakter Dimulai Sejak Dini
Masa usia dini adalah masa keemasan, artinya masa tersebut merupakan masa terbaik dalam proses belajar yang hanya sekali dan tidak pernah akan terulang kembali. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. Peran ibu-ayah sebagai pendidik pertama dan utama sangat penting untuk memaksimalkan dan memanfaatkan masa ini, tidak dapat digantikan oleh siapa pun.
Bila masa ini gagal dimanfaatkan secara baik, sama artinya menyia-nyiakan kesempatan masa keemasan tersebut. Pembentukan karakter juga akan sulit dilakukan, jika ibu-ayah baru melaksanakannya ketika anak sudah memasuki usia remaja. Ibarat sebatang pohon bambu yang semakin tua semakin sulit dibengkokkan, begitu pula dengan membentuk karakter, akan lebih mudah membentuk karakter seseorang ketika masih di usia dini dan akan semakin sulit membentuk karakter seseorang jika sudah semakin dewasa.
Peran ibu-ayah menjadi sangat penting dalam pembentukan karakter anak untuk siap menghadapi dunia di masa yang akan datang. Pada awalnya anak akan meniru perilaku ibu-ayah, karena ibu-ayah adalah orang pertama yang dekat dan dikagumi oleh anak. Setelah itu, lingkungan rumah juga berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Hal ini dapat terlihat dari cara berpakaian, bersikap, dan berperilaku sehari-hari seorang anak yang biasanya tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada dalam lingkungan rumahnya. Ibarat pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kesuksesan ibu-ayah membimbing anaknya di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Mereka akan tampil sebagai orang-orang yang senang belajar, terampil menyelesaikan masalah, berkomunikasi dengan baik dan berhasil guna, berani, jujur, dapat dipercaya dan diandalkan, penuh perhatian, toleransi, luwes, serta bisa bersaing dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini dan mengingat usia tersebut merupakan masa persiapan untuk sekolah, maka pembentukan karakter positif di usia dini dalam keluarga menjadi sangat penting.

Selasa, 19 Maret 2013

Perilaku Sehat Pada Anak (part 2)

Menjaga Kebersihan Diri

Yang dimaksud kebersihan diri adalah kebersihan anggota tubuh dan pakaian. Adapun kegiatan untuk menjaga kebersihan diri adalah sebagai berikut :

1. Mandi

Kegiatan mandi dilakukan minimal 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore. Anak dimandikan dengan menggunakan sabun dan air bersih. Berikut cara memandikan anak usia 2—4 tahun:

  1. Bersihkan wajah anak dengan air bersih. Dimulai dari bagian kening, pipi, hidung, area sekitar bibir, lalu dagu. Setelah itu, bersihkan mata dari bagian dalam mata ke arah luar dengan usapan yang lembut. Selanjutnya yang terakhir, bersihkan daun telinga dan bagian belakang telinga.
  2. Siram seluruh tubuh anak dengan air bersih.
  3. Gunakan waslap yang telah dibasahi dengan air bersih dan sabun untuk membersihkan:

a. bagian badan atas, mulai leher, dada, perut, punggung, dan bokong;

b. tangan, mulai ketiak, lengan atas, lengan bawah, telapak tangan, kuku, dan sela-sela jari-jari.

c. kaki, mulai selangkangan, paha, tungkai, telapak kaki, kuku, dan sela-sela jari-jari kaki.

  1. Gunakan waslap baru yang telah dibasahi air bersih dan sabun, lalu bersihkan bagian kemaluan. Pada anak perempuan, bersihkan daerah kemaluan dari arah depan ke belakang. Sedangkan pada anak laki-laki, bersihkan alat kemaluan dengan cara menarik kulit kemaluan perlahan, terutama bagi anak laki-laki yang belum disunat.
  2. Setelah disabuni dan digosok, seluruh tubuh dibilas dan dibersihkan secara cermat sehingga sisa-sisa sabun tidak tertinggal di tubuh anak. Berikutnya, keringkan seluruh badan anak dengan menggunakan handuk bersih dan lembut.
  3. Setelah seluruh badan kering, dapat diberikan bedak atau pelembap untuk mencegah kulit kering. Penting diperhatikan, bagian kemaluan jangan sampai terkena bedak/pelembap karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

2. Keramas

Rambut dicuci dengan menggunakan sampo khusus untuk anak secara teratur minimal 2 hari sekali. Mengajarkan mencuci rambut pada anak bukanlah hal yang mudah. Kadang-kadang anak menolak dengan berbagai alasan, seperti takut, matanya perih, dan sebagainya. Agar anak tertarik, lakukan kegiatan tersebut dengan cara menyenangkan. Bila perlu, ajak anak terlebih dahulu untuk memilih sampo yang dia sukai. Beri tahu anak untuk memilih sampo khusus buat anak karena tidak menimbulkan rasa perih di mata.

Ajari anak cara keramas yang benar yaitu dengan membasahi rambut, membalurinya dengan sampo, dan pijat-pijat kulit kepala, kemudian rambut dibilas sampai bersih. Setelah itu, rambut dikeringkan dengan menggunakan handuk yang bersih dan lembut. Sisirlah rambut dengan menggunakan sisir yang tepat sehingga minyak alami yang terdapat pada rambut dapat menyebar ke seluruh bagian rambut. Menyisir rambut juga dapat membersihkan dan merangsang pertumbuhan rambut serta melancarkan peredaran darah pada rambut dan kulit kepala. Bersihkan telinga bagian luar setiap hari dengan menggunakan waslap pada saat mandi. Jangan lupa membersihkan bagian belakang telinga. Hindari membersihkan lubang telinga bagian dalam karena dapat membahayakan. Sesungguhnya kotoran telinga dapat keluar dengan sendirinya ketika kita mengunyah makanan.

3. Perawatan Gigi

Gosok gigi bertujuan menghilangkan sisa-sisa makanan yang menempel pada gigi. Sisa makanan yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan gigi rusak sehingga mengganggu kemampuan anak untuk menguyah makanan. Agar anak terbiasa merawat giginya, lakukan hal-hal berikut:

1. Gosoklah gigi anak, segera setelah gigi pertamanya tumbuh.

2. Lakukan gosok gigi secara teratur 2 kali sehari, pada pagi dan malam sebelum tidur.

3. Biasakan anak melihat ibu-ayahnya menggosok gigi.

4. Biarkan anak memegang sendiri sikat giginya sambil bermain meniru gerakan gosok gigi. Anak biasanya sudah mampu memegang sikat gigi sendiri dan sudah bisa diajarkan menggosok gigi menggunakan pasta. Beri tahu anak untuk tidak menelan odol.

5. Ajari anak gosok gigi sendiri dengan cara berikut:

· Ibu (ayah) dan anak berdiri di depan cermin. Dari belakang, pegang tangan anak dan arahkan sikat giginya ke gigi yang akan disikat.

· Suruh anak menirukan cara ibu (ayah) memegang sikat dan cara ibu (ayah) menggerakkan sikat gigi untuk membersihkan gigi.

6. Berikan kesempatan pada anak untuk mencoba menggosok giginya sendiri walaupun belum benar cara menggosoknya. Setelah selesai gosok gigi, suruhlah anak untuk berkumur dengan air matang beberapa kali.

7. ada anak usia 3 tahun dapat diajarkan menggosok gigi dengan cara sederhana yaitu:

1) Gosok seluruh gigi depan bagian atas dan bawah dengan gerakkan ke atas dan ke bawah.

2) Kemudian, seluruh gigi bagian samping dan seluruh gigi bagian belakang.

3) Kumurlah dengan air bersih beberapa kali.

8. Selain itu, agar gigi anak sehat, jauhkan anak dari makanan/minuman manis dan bersoda, seperti permen, cokelat, dan soft drink (minuman ringan mengandung soda).

4. Mencuci Tangan

Kuman dan virus dapat bertahan hidup hingga 2 jam di atas permukaan kulit, meja, gagang pintu, mainan, dan lain-lain. Kebersihan tangan yang tidak terpelihara dengan baik dapat menyebabkan penyakit seperti diare, batuk, pilek, dan demam. Agar kebersihan tangan tetap terjaga, anak sebaiknya diajarkan mencuci tangan setiap kali setelah ke WC, bermain, dan berpergian, juga sebelum makan. Ajari anak bagaimana cara mencuci tangan yang benar.

Cara mencuci tangan yang benar adalah dengan menggunakan sabun dan dicuci pada air bersih yang mengalir. Sabun digosokkan pada kedua telapak tangan, lalu gosok telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan kuku hingga pergelangan tangan minimal 15—20 detik. Setelah itu dibilas dengan air bersih yang mengalir, lalu keringkan tangan dengan menggunakan handuk bersih atau tisu. Agar lebih menarik perhatian anak, lakukan kegiatan cuci tangan sambil bernyanyi.

5. Kebersihan Kaki

Kebersihan kaki dapat dipelihara dengan membiasakan mencuci kaki setiap kali usai bepergian, sehabis mengenakan sepatu berlama-lama, ketika hendak naik ke tempat tidur atau saat akan berangkat tidur. Caranya hampir mirip dengan mencuci tangan: dibasuh dengan air mengalir, digosok secara merata sampai sela-sela jari kaki, dan gunakan sabun sebagai alat pembersihnya.

6. Ganti Baju

Ajari anak mengganti baju yang sudah dipakai saat keluar rumah. Begitu pun baju yang sudah dipakai seharian. Meski tampaknya tidak kotor tetapi di situ banyak sekali debu, keringat, dan kotoran yang menempel. Jika anak menolak dan bertanya, “Mana kotor?” atau mengatakan, “Masih bersih, kok!”, ibu-ayah dapat menjawabnya dengan praktik dan pembuktian. Perlihatkan bagian baju yang kotor atau ajak Seorang anak sedang mencuci kaki setelah pulang sekolah anak bersama-sama mencuci bajunya dan perlihatkan air bekas mencuci baju yang menurutnya masih bersih. Dengan begitu, anak akan paham dan mau menerima apa yang ibu-ayah sampaikan.

B. Kebutuhan Gizi

Pada usia 18 bulan, biasanya anak mulai sulit makan. Anak suka memilih dan rewel dalam hal makanan. Anak mungkin makan sangat rakus pada suatu hari dan esok harinya tidak mau makan sama sekali. Dalam memilih makanan, anak dipengaruhi berbagai faktor, seperti rasa, jumlah (piring terlalu penuh), dan cara penyajian (menarik atau tidak). Kebiasaan makan terbina pada usia 2—3 tahun. Inilah beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ibu dan ayah :

1) Biasakan anak (juga seluruh anggota keluarga) setiap hari mengonsumsi makanan bergizi seimbang, terdiri atas makanan pokok (nasi, mi, bihun), lauk (daging, ikan, ayam, tahu, tempe), sayuran, dan buah.

2) Tidak memaksa anak untuk makan

3) Anak sedang makan nasi, lauk, sayur dan menyuap sendiri dimeja makan dengan ditemani oleh ibu waktu makan sebagai saat yang menyenangkan.

4) Janganlah waktu makan digunakan untuk mengajarkan disiplin apalagi bertengkar.

5) Jangan menyuruh anak makan setelah ia bermain aktif, karena ia tak akan bisa duduk diam selama waktu makan dan menjadi gelisah.

6) Perhatikan cara penyajian makanan. Jangan langsung diberikan makanan dalam porsi besar, lebih baik sedikit dulu sehingga nanti ia minta tambah.

7) Bagi anak, yang penting bukanlah jumlah yang dimakan, melainkan apa yang akan dia makan.

8) Anak-anak menyukai makanan yang disajikan dalam piring atau mangkok, dengan sendok yang sama setiap kali makan.

9) Selera dan pilihan makanan anak tidak menentu. Anak mungkin mau makan makanan yang sama selama 3 hari berturut, setelah itu dia tidak mau memakannya lagi.

 

A. Kebutuhan Tidur dan Beraktivitas

Seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan tidur seseorang semakin berkurang. Jika sewaktu bayi, sebagian besar waktu anak dihabiskan dengan tidur, maka sekarang tidak lagi. Malah, setelah usia 3 tahun, kebanyakan anak tidak lagi tidur siang. Adanya perubahan kebutuhan tidur ini disebabkan anak telah “berubah” menjadi sosok yang sangat aktif. Ini terjadi karena anak tengah mengembangkan seluruh kemampuan yang ada di dalam dirinya, termasuk memuaskan rasa ingin tahunya yang besar.

Masalah tidur muncul terutama ketika anak mau berangkat tidur. Biasanya karena takut akan perpisahan dengan ibu-ayah. Kebiasaan sebelum tidur, seperti berdoa dan membaca cerita, dapat membantu menghilangkan rasa tak aman sebelum tidur ini. Ada pula anak yang membawa benda-benda kesayangannya, seperti mainan, selimut atau bantal khusus,

Ibu sedang menemani anak berangkat tidur. Ibu mengajak anak untuk berdoa sebelum tidur sebagai teman tidurnya. Tak mengapa, karena hal ini bisa membantu anak untuk bisa tidur dengan nyaman dan aman.

Anak juga butuh beraktivitas. Seperti sudah disinggung di atas, anak usia ini sangat aktif karena ia tengah mengembangkan seluruh kemampuan yang ada di dalam dirinya agar ia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga kelak menjadi anak yang berkualitas. Oleh karena itu, berikanlah kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang seluruh kemampuannya itu, baik dari aspek gerak, kecerdasan, bahasa, maupun sosial-emosionalnya. Semua kegiatan itu dapat dilakukan di rumah dan di sekolah, tentu dengan cara-cara yang menyenangkan.

B. Mencegah Kecelakaan

Kecelakaan menyebabkan lebih banyak kematian pada anak usia 1-4 tahun. Faktor utama meningkatnya kecelakaan pada anak adalah perkembangan pergerakan yang cepat dan tidak disadarinya bahaya dalam lingkungan. Kecelakaan yang sering terjadi pada anak adalah jatuh, tenggelam, tertelan benda asing, luka bakar dan tertusuk duri tanaman atau benda tajam. Agar anak terhindar dari kecelakaan, ibu-ayah harus melindungi anak dari bahan dan benda berbahaya seperti obat-obatan, sabun, detergen, minyak tanah, racun serangga, mercon, pisau, colokkan listrik, kabel, kompor, setrikaan, termos air panas, dan lainnya. Hindari anak bermain dekat sumur, kolam, sungai, dan jalan raya.

Minta anak menggunakan alas kaki pada saat keluar rumah. Ibu-ayah atau orang dewasa lain di dalam keluarga agar selalu mendampingi anak usia ini di mana pun ia berada, sehingga dapat mencegah hal-hal yang tak diinginkan terjadi.

C. Sumber Bacaan

Clinical Manual of Pediatric Nursing, Donna L. Wong, Mosby, 1996.

Development of Food Preferences, Birch, L. L., Annu. Rev.Nutr., 1999.

Imitation and Variation: reflections on toddlers’ strategies for learning, Marita Lindahl dan Ingrid Pramling Samuelsson, Scandinavian Journal of Education Research, 2002.

Nursing Care of Infants and Children, Donna L. Mosby, 2003.

Nursing Care of Infants and Children, Hockenberry, M., J. & Wilson, D., Mosby, 2007.

Nutrition Essential for Nursing Practice. Dudek, S.G., Lippincott Williams & Wilkins, 2006.

Play and Learning-inseparable dimensions in preschool practice, Inggrid Pramling Samuelsson & Eva Johansson, Early Childhood Development and Care, 2006.

Elfi Syahreni, S.Kp., Pg.Dipl.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal

Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011

Perilaku Sehat Pada Anak (part 1)

Masa balita adalah masa emas tumbuh-kembang anak. Peran ibu dan ayah dalam membesarkan anak menjadi bagian penting terhadap pencapaian tumbuh-kembang anak yang optimal (baik). Salah satunya dengan mengembangkan perilaku sehat sejak dini pada anak sehingga terbentuklah pola hidup sehat. Mengapa harus sejak dini? Karena, membentuk pola hidup sehat jauh lebih mudah daripada mengubah kebiasaan yang tidak sehat.

Untuk membentuk pola hidup sehat pada anak, bukan hanya menjadi tugas orangtua semata, melainkan juga sekolah. Bila anak luput memperoleh pendidikan tentang pola hidup sehat di sekolah dan di rumah, maka pola hidup yang tidak sehat dapat menggagalkan pembentukan hari depan dengan sosok tubuh yang sehat. Tentu saja, dibandingkan dengan sekolah, maka orangtua mempunyai peran yang lebih besar dalam pembentukan pola hidup sehat ini. Ingat, orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama.

Ada beberapa hal yang perlu diajarkan pada anak untuk mengembangkan perilaku sehat, yaitu menjaga kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan, dan menjauhi hal-hal yang berbahaya untuk kesehatan. Nah, buku ini akan menguraikan dengan lengkap dan tuntas, apa saja perilaku sehat yang dapat orangtua ajarkan kepada anak usia 2—4 tahun.

A. Pengertian Perilaku Sehat

Perilaku adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu (seseorang), baik yang dapat diamati (dilihat) secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan sehat adalah suatu kondisi atau keadaan yang baik, mencakup fisik, mental, dan sosial, jadi tidak hanya terbebas dari penyakit saja. Dengan demikian, PERILAKU SEHAT adalah tindakan seseorang atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, baik langsung maupun tidak langsung, untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya serta mencegah risiko penyakit. Untuk itu, seseorang harus memperoleh zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya, melakukan olahraga secara rutin, memiliki waktu istirahat dan tidur yang cukup, melakukan perawatan gigi dan mulut, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta mencegah kecelakaan.

B. Manfaat Mengembangkan Perilaku Sehat Sejak Dini

Perilaku sehat yang diajarkan sejak dini akan membentuk pola hidup sehat di kemudian hari. Anak akan terbiasa dengan perilaku sehat yang tidak mudah hilang pada tahapan perkembangan selanjutnya. Apabila anak telah memiliki pola hidup sehat, maka mereka akan:

1) Terbebas dari serangan berbagai macam penyakit yang sering terjadi pada anak, seperti diare, demam, batuk/pilek, campak. TBC, infeksi telinga, dan penyakit kulit.

2) Terlindungi dari potensi kecelakaan yang selalu ada di lingkungan sekitar mereka, seperti terjatuh, tenggelam, keracunan, tertusuk benda tajam atau duri.

3) Berbagai kemampuan yang dimiliki anak akan tergali dan dapat dikembangkan dengan baik, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang optimal.

C. Cara Anak Belajar Mengembangkan Perilaku Sehat

Kelompok anak usia 2—4 tahun memiliki kemampuan belajar yang sangat cepat. Anak belajar dari bagaimana orang dewasa memperlakukan mereka. Jika ibu-ayah membiasakan perilaku sehat sejak dini, maka anak pun akan terbiasa dengan perilaku sehat tersebut. Misalnya, ibu-ayah membiasakan anak untuk mencuci tangan sebelum makan, maka kebiasaan tersebut akan menetap sampai tahap perkembangan selanjutnya.

Anak juga belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, dan dari pengalaman tentang suatu kejadian. Anak belajar melalui pengamatan mereka terhadap suatu kegiatan yang dilakukan ibu-ayah atau gurunya. Anak belajar dari apa yang mereka dengar dari orangtua dan orang-orang sekitar mereka serta lingkungannya. Anak akan meniru kegiatan ibu-ayah sehingga mereka memperoleh pengalaman tentang suatu kegiatan.

Melihat, mendengar, dan meniru suatu kegiatan yang terjadi berulang kali akan membentuk pola tertentu pada anak sehingga mereka mahir melakukan kegiatan tersebut. Ibu-ayah hendaknya dapat memberikan contoh-contoh perilaku sehat pada anak sehingga mudah ditiru dan diikuti oleh anak. Lakukan dengan cara-cara yang menarik dan menyenangkan, seperti bermain. Ingat, dunia anak adalah dunia bermain. Melalui permainan, anak akan merasa senang dalam meniru sehingga mau melakukan perilaku sehat tersebut.

D. Menjaga Kebersihan Lingkungan

Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat kerja atau bermain, dan sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dapat diperoleh dengan cara mengelap pintu dan jendela maupun perabotan rumah tangga, menyapu rumah dan mengepel lantai, mencuci peralatan makan dan memasak, membersihkan ruangan dari debu dan serangga, membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah pada tempatnya. Kebersihan lingkungan dimulai dari membersihkan halaman dan selokan serta jalan di depan rumah dari sampah.

Anak dapat diajarkan tentang kebersihan lingkungan ini sejak dini. Kegiatan paling sederhana yang dapat dilakukan anak adalah membuang sampah pada tempatnya; meletakkan sepatu pada tempatnya; meletakkan peralatan makan yang kotor pada tempatnya; menggunakan alas kaki jika hendak keluar rumah; menutup mulut pada saat batuk dan bersin; menjauhi asap rokok, asap dapur, asap pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor; membersihkan mainan; serta buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) di WC. Selain itu, ibu-ayah dapat melibatkan ananda dalam kegiatan-kegiatan terkait dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan seperti merapikan mainan, menyapu rumah, menyapu halaman, mengepel rumah, dan lain-lain.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan: membuang sampah pada tempatnya, meletakkan sepatu pada tempatnya, menutup mulut pada saat batuk dan bersin, menjauhi asap rokok, asap dapur, asap pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor, menbersihkan mainannya, dan buang besar dan kecil di WC

Senin, 18 Maret 2013

Cara Jitu Menjawab Anak (part 3)

Aneka Pertanyaan Anak dan Jawabnya

Kadang tidak disadari kita memberikan jawaban atas pertanyaan anak dengan jawaban yang terlalu sulit atau abstrak, sehingga anak bingung atau tidak paham akan jawaban kita. Perlu diingat, anak usia dini memiliki cara berpikir yang masih sangat konkret. Jadi, setiap jawaban yang ibu dan bapak berikan hendaknya bersifat konkret dan sederhana saja. Berikut ini beberapa pertanyaan yang sering muncul pada anak-anak usia dini dan contoh jawabannya.

1. Berkaitan dengan Seksualitas

a. ”Mengapa tempat pipisku beda dengan punya Kakak?”

”Iya, tempat pipismu berbeda dengan Kakak, karena kamu adalah laki-laki sama dengan Ayah. Kakakmu adalah perempuan sama dengan Ibu. Tempat pipismu namanya alat kelamin.”

b. ”Kalau habis pipis, mengapa harus disiram?”

”Untuk menjaga kebersihan. Jika kamu kesulitan, minta bantuan sama Ibu atau Ayah untuk disiram dengan air. Kalau membersihkan alat kelamin harus dari arah depan ke arah belakang, dari tempat pipis ke tempat buang air besar. Jangan terbalik ya, Nak. Setelah itu, keringkan dengan lap atau handukmu, lalu pakai celanamu kembali.”

c. ”Kenapa alat kelaminku tidak boleh dipegang-pegang oleh orang lain?”

”Alat kelaminmu adalah bagian tubuhmu yang khusus, jadi tidak boleh dipegang oleh orang sembarangan. Kalau orang lain memegang-megang alat kelaminmu, itu namanya tidak sopan. Kalau ada orang yang mau memegang alat kelaminmu, bilang, ’Tidak boleh’, ya, Nak. Beri tahu Ibu dan Bapak jika ada orang yang memegang-megang alat kelaminmu.”

d. “Ibu, adik keluarnya dari mana?”

“Adik keluar dari perut Ibu, dengan dibantu oleh dokter atau ibu bidan. Itu namanya melahirkan”.

e. “Kenapa aku enggak boleh pakai lipstik?” (anak laki-laki)

“Karena kamu laki-laki. Hanya perempuan dewasa yang boleh pakai lipstik.”

2. Tentang Hal Gaib

a. ”Ayah, Tuhan itu laki-laki atau perempuan?”

”Tuhan itu bukan laki-laki maupun perempuan, karena Tuhan bukan seperti manusia.”

b. “Tuhan tinggalnya di mana, Bunda?”

“Tuhan tinggal di dalam hati kita. Tuhan selalu bersama kita dan melindungi kita.”

c. “Surga itu apa, Abi?”

“Surga adalah tempat yang sangat menyenangkan bagi anak yang baik dan taat pada orangtua.”

d. ”Orang baik itu siapa saja, Ibu?”

”Orang yang sayang pada ibu dan bapaknya dan saudara-saudaranya. Orang yang tidak pernah berbohong dan tidak suka bertengkar dengan teman di sekolah.

e. “Mama ada pocong di situ?”

“Pocong itu tidak ada, Nak. Itu hanya khayalan saja”.

f. “Kalau setan ada?”

“Ada, setan ada di mana-mana. Kita tidak bisa melihatnya, karena Tuhan menciptakan setan berbeda bentuknya dengan manusia. Jadi, kita tidak perlu takut pada setan.”

g. ”Ibu, mengapa eyang kakung meninggal?”

”Kita diciptakan oleh Tuhan dan nanti Tuhan pula yang memanggil kita kembali pada Tuhan.”

h. ”Meninggal itu apa sih, Mama?”

”Pergi meninggalkan dunia karena dipanggil Tuhan untuk bertemu.”

i. ”Kalau sudah meninggal jadi hantu?”

”Meninggal itu karena dipanggil Tuhan, tidak akan menjadi hantu.”

3. Berkaitan Dengan Fenomena Alam

a. “Kenapa bisa banjir, Ma?”

”Karena selokan dan sungai tersumbat oleh sampah.

Jadi, airnya tidak bisa mengalir, akibatnya naik dan tumpah ke jalan.”

”Hujannya turun terus-menerus dan sangat deras, sehingga airnya tidak bisa ditampung lagi oleh sungai sampai meluap. Jadi banjir deh.”

(Orangtua dapat melakukan uji coba di tempat cuci piring yang diberi sumbatan sehingga air akan meluap.)

b. ”Bunda, rumah Nenek rusak karena gempa ya, kok bisa begitu?”

”Karena gempanya sangat kuat sehingga menimbulkan guncangan yang kuat. Rumah-rumah jadi roboh, pohon-pohonan dan tiang listrik tumbang.”

(Orangtua dapat melakukan percobaan dengan menggunakan meja dan meletakkan berbagai benda di atas meja, lalu goyang-goyang yang keras sehingga benda-benda akan bergoyang dan berpindah tempat, bahkan ada yang jatuh.)

B. Sumber Bacaan

Family Education department, Essential Parenting Tips, • Singapore: Ministry of Community Development and Sports. 2001

Gestwicki, Carol. Developmentally Appropriate Practice • Curriculum and Dvelopment in Early Education. Third Edition. Canada: Thomson Delmar Learning. 2007

http://www.poemhunter.com/quotations/childhood/• page-5/

http://www.extension.iastate.edu/publications/pm1529f.• pdf

Panduan Menjawab Pertanyaan Anak. Jakarta: PT. • Penerbitan Sarana Bobo, 2007

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal

Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011

Cara Jitu menjawab Pertanyaan Anak (part 2)

A. Perkembangan Kemampuan Bahasa Anak

Sebelum ibu dan bapak menjawab pertanyaan yang muncul dari anak, ada baiknya jika ibu dan bapak memahami ciri-ciri dari kemampuan bahasa anak. Dengan demikian diharapkan ibu dan bapak tidak akan salah dalam menjawab pertanyaan anak.

1. Usia 6-12 bulan

Kemampuan Bahasa :

a. Dapat melambaikan tangan.

b. Menoleh ketika namanya dipanggil.

c. Paham nama-nama dari benda-benda yang dikenalinya.

d. Senang melihat buku bergambar.

e. Memerhatikan jika ada orang yang bercakap-cakap.

f. Menyebutkan satu kata.

g. Mengoceh seakan-akan sedang berbicara.

h. Mengatakan “ma… ma” atau “da… da”.

i. Mengidentifikasi anggota keluarga dan benda-benda yang dikenalnya.

j. Menunjuk beberapa anggota tubuhnya seperti hidung, telinga.

k. Mengikuti satu perintah sederhana.

l. Mengucapkan dua kata atau lebih.

m. Menirukan bunyi-bunyian yang dikenalnya, seperti bunyi mobil, suara kucing.

n. Mengulangi beberapa kata.

o. Memerhatikan orang yang mengajaknya bicara.

p. Mengatakan “dadah” atau “ekom” (untuk assalamualaikum) jika diingatkan.

q. Menggunakan bahasa ekspresi “oh… oh”.

r. Meminta sesuatu sambil menunjuk pada bendanya.

s. Mengidentifikasi benda yang ada di buku bergambar.

t. Bisa mengatakan sekitar 50 kata, tapi bisa memahami lebih dari itu.

2. Usia 12 bulan (1 tahun) – 24 bulan (2 tahun)

Kemampuan Bahasa :

a. Menirukan satu kata yang diucapkan oleh orang lain.

b. Berbicara sendiri.

c. Menyebutkan nama dari mainan dan benda-benda yang dikenalnya.

d. Menggunakan dua atau tiga kata dalam kalimatnya “mama minum” “bapak pergi kantor”.

e. Bersenandung atau mencoba sebuah lagu sederhana.

f. Mendengarkan lagu anak-anak.

g. Menunjuk anggota tubuh yang diminta seperti, “Mana mata?” “Mana hidung?”, “Mana telinga?”

h. Menggunakan kata “daaah”, “minta”, “terima kasih”.

i. Bisa mengidentifikasi 10 gambar yang ada di buku jika disebutkan.

j. Menggunakan kalimat sederhana.

k. Merespons jika namanya dipanggil.

l. Merespons pada petunjuk yang sederhana.

3. Usia 24 bulan (2 tahun) – 36 bulan (3 tahun)

Kemampuan Bahasa :

a. Menikmati cerita dan lagu yang sederhana.

b. Menggunakan dua atau tiga kata dalam kalimatnya.

c. Menikmati melihat-lihat buku.

d. Menunjuk pada mata, telinga dan hidung yang disebutkan.

e. Mengulangi kata-kata yang diucapkan orang lain.

f. Kosakatanya sudah bertambah menjadi 500 kata.

g. 75—80% cara berbicaranya sudah jelas dan bisa dimengerti.

h. Bisa mengatakan nama depan dan nama lengkapnya.

i. Memahami kata-kata yang menunjukkan posisi seperti di atas, di bawah, pada, dan di dalam.

j. Memahami sekarang, sebentar lagi, dan nanti.

k. Bertanya dengan pertanyaan siapa, apa, di mana, dan mengapa.

l. Bicaranya sudah menggunakan 3 sampai 5 kata dengan lengkap.

m. Kadang bicaranya terlalu cepat atau gagap.

n. Senang mengulang-ulang kata dan bunyi.

o. Menyimak cerita pendek.

p. Menyukai cerita yang sudah dikenalnya dan diceritakan dengan sama.

q. Menikmati dongeng.

4. Usia 36 bulan (3 tahun) – 48 bulan (4 tahun)

Kemampuan Bahasa :

a. Bisa menyanyi.

b. Mengenali suara-suara yang ada sehari-hari.

c. Bisa mengidentifikasi warna primer seperti merah, biru, kuning, hijau.

d. Mengenali beberapa huruf yang diajarkan dan mungkin bisa menulis namanya sendiri.

e. Mengenali kata-kata yang tidak asing dari buku sederhana atau simbol-simbol (stop, M untuk Mc Donald).

f. Berbicara dengan kalimat yang cukup kompleks.

g. Menikmati lagu sederhana.

h. Belajar tentang nama, alamat, dan nomor telepon.

i. Bertanya dan menjawab pertanyaan siapa, apa, mengapa, di.mana dan jika.

j. Menyebutkan enam hingga delapan warna dan tiga bentuk.

k. Mengikuti dua perintah yang tidak berhubungan, seperti “Minum susumu kemudian pakai sepatu sebelum berangkat sekolah.”

l. Senang bicara dan mengelaborasi (membuat) kalimat.

m. Senang menggunakan kata-kata yang mengejutkan orang lain.

n. Melucu yang tidak masuk akal orang dewasa.

5. Usia 48 bulan (4 tahun) – 60 bulan (5 tahun)

Kemampuan Bahasa :

a. Berbicara dengan kata-kata dan tata bahasa yang benar.

b. Bisa mengekspresikan dirinya melalui bermain peran.

c. Menulis namanya sendiri, huruf, dan angka.

Membaca kata-kata yang sederhana.

Tip Mengembangkan Kecerdasan Kemampuan Bahasa Anak

Untuk mengembangkan kecerdasan anak melalui bahasa, ada beberapa hal yang perlu dilakukan ibu dan ayah, di antaranya:

1. Memberikan respons/tanggapan secepat mungkin. Ketika anak bertanya kepada kita, segeralah menjawabnya. Jangan menyia-nyiakan rasa ingin tahu dan kesempatan emas anak untuk belajar sesuatu.

2. Menyediakan jawaban yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak.

3. Berikan pertanyaan yang terkait dengan apa yang sedang anak tanyakan atau perhatikan. Siapkan pertanyaan pancingan agar anak mau menjawab secara lebih lengkap.

4. Berikan jawaban sebatas yang ditanyakan. Jawaban yang panjang lebar dapat membuat anak bingung.

5. Lakukan kontak mata ketika berbicara dengan anak. Usahakan untuk menyesuaikan dengan tingkat

penglihatan anak. Bila perlu, berjongkoklah ketika berbicara dengan anak, sehingga ia bisa melihat mata kita dan sebaliknya.

6. Jika orangtua tidak bisa menjawab, coba cari jawaban dengan berusaha bersama anak, sehingga anak juga belajar bagaimana mencari sumber jawaban. Jangan asal menjawab karena anak-anak dapat salah mengerti