Kamis, 21 Maret 2013

Komunikasi Orangtua (part 2)

A. 6 Hal Yang Wajib Dihindari Dalam Komunikasi

Satu langkah yang baik dalam perkawinan adalah menyadari sumber masalah dalam perkawinan itu sendiri. Penelitian membuktikan bahwa para istri lebih banyak berkomunikasi baik pada pasangan maupun pada anak-anak. Para istri juga mengakui bahwa mereka lebih terbuka dalam menunjukkan perasaannya dibandingkan dengan para suami.

Para suami umumnya dilaporkan memang lebih banyak melakukan kegiatan yang tidak mengharuskan mereka berkomunikasi secara terbuka dengan pasangannya. Umumnya para suami lebih banyak menggunakan waktu di rumah dengan menonton televisi dibandingkan harus berkomunikasi dengan istri ataupun anak.

Menyadari bahwa adanya perbedaan cara komunikasi antara suami dan istri maka perlu disadari hal-hal apa saja yang menghambat pasangan untuk berkomunikasi. Komunikasi yang baik akan membantu pasangan menyelesaikan masalahnya, membuat keputusan dan mengungkapkan perasaannya secara tepat pula.

Berikut beberapa hal yang tidak dianjurkan ketika berkomunikasi di antara pasangan suami istri:

1. Pandangan yang merendahkan

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa mata tidak pernah berbohong, jadi cara kita memandang pasangan menunjukkan pesan yang sesungguhnya. Tidak memandang ke arah lawan bicara mengindikasikan bahwa lawan bicara kita tidak penting. Untuk itu bisa Anda bayangkan bila hal ini dilakukan kepada pasangan. Ia tentu akan merasa direndahkan dan tidak dianggap penting oleh Anda.

2. Kritik

Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan memberikan kritikan yang menyinggung membuat pasangan merasa tidak dihargai. Contoh : ”Mestinya tahu bahwa kamu tidak bisa masak, jadi kenapa harus susah-susah masak!”

3. Prasangka

Seringkali kita sudah berprasangka terhadap apa yang akan dikatakan oleh pasangan, karena itu kemudian kita cenderung tidak mau mendengarkan. Contoh : “Aku sudah tahu apa alasanmu, jadi buat apa kamu menjelaskan lagi!”

4. Menyalahkan

Dalam kondisi marah dan tegang, kita cenderung lebih mudah mencari kesalahan pada oranglain.

Contoh: ”Ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak pulang terlambat kejadiannya tidak akan seperti ini!”

5. Tidak mau mendengarkan

Merasa bahwa kita ada dipihak yang benar, dan paling tahu segalanya sehingga tidak lagi merasa perlu mendengarkan pendapat dan masukan dari orang lain.

6. Menantang

Emosi negatif seringkali membuat kita terpancing untuk menantang pasangan.

Contoh : “Iya…memang kamu paling pandai di rumah ini.

Semua bisa kamu selesaikan sementara saya memang tidak bisa apa-apa. Ayo tunjukkan apa lagi kehebatan kamu!”

B. Kiat-kiat Komunikasi Efektif Pasutri

Menyadari bahwa pada dasarnya suami dan istri memang berbeda. Sulit untuk mengubah kondisi tersebut maka kita perlu melakukan suatu cara agar bisa menyelaraskan perbedaan tersebut.

Berikut beberapa kiat-kiat yang mungkin bisa dilakukan pasangan agar bisa berkomunikasi dengan lebih baik.

1. Pandai-pandai memilih kesempatan

Sebelum mengajak untuk berbicara lihatlah dulu kondisi psikologis pasangan, misalnya ia terlihat letih atau capai. Suasana hatinya sedang baik atau tidak. Kalau ia menunjukkan tanda-tanda itu, ajaklah pasangan mengobrol hal-hal yang ringan saja. Bila perlu beri ia waktu istirahat tanpa diganggu. Siapkan minuman hangat untuknya. Malam hari atau akhir minggu biasanya waktu yang paling pas. Sebelum tidur sempatkan bicara selama kurang lebih 15-20 menit.

2. Gunakan pesan “aku/saya”

Dalam berkomunikasi ada istilah asertif, artinya berusaha menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan kita tapi tanpa melukai ataupun merendahkan orang lain. Untuk bisa menyampaikan sesuatu secara terus terang mengenai apa yang dirasakan maka pesan “aku/saya” lah yang harus dipakai.

Misalnya: “Aku merasa diabaikan dengan kamu kerja sampai malam setiap hari.” atau “Saya merasa mengasuh anak tanpa dibantu oleh kamu.”

3. Berusaha untuk jujur dan terbuka

Mencoba jujur dengan apa yang dirasakan dan dilihat. Bukan membesar-besarkan masalah yang ada.

Misalnya: “Setiap hari kamu lembur, saya tahu bahwa kamu memang sudah tidak merasa nyaman di rumah dan lebih senang ada di kantor.” Kalimat yang baik, “Saya merasa diabaikan dengan setiap hari kamu lembur.”

4. Belajar menjadi pendengar yang baik

Mendengarkan bukan berarti harus diam. Sikap tubuh yang baik dengan menatap wajahnya dan mengungkapkan kata-kata menghibur apabila ia sudah mulai mengeluh.

5. Berbicara hal yang positif/baik

Hal ini mudah untuk dikatakan, namun sulit untuk dilakukan. Bila pembicaraan makin memanas umumnya kita mudah terpancing untuk menunjukkan perasaan negatif. Bila Anda dan pasangan mulai merasa bahwa situasi semakin memanas cobalah untuk menunda pembicaraan. Berhentilah dan coba untuk mengendalikan diri. Pembicaraan dilanjutkan lagi bila sudah bisa menjaga perasaan lebih positif. Sepakati dari awal jika salah satu mulai terpancing maka pembicaraan harus segera dihentikan, dan tentukan bersama waktu yang tepat untuk kembali membicarakan hal tersebut.

6. Semangat untuk berbagi

Pasangan seharusnya berada pada posisi yang setara. Kesetaraan ini tidak berarti harus melakukan hal yang sama, tapi saling melengkapi. Ketidakmampuan salah satu pasangan bisa ditutupi oleh pasangan lainnya sehingga ketimpangan dalam perkawinan tidak terjadi. Semangat ini juga harus ada dalam berkomunikasi. Anda dan pasangan seharusnya bisa membicarakan apa saja tanpa merasa pasangan tidak akan mengerti, mulai dari urusan pekerjaan, keuangan, pengasuhan anak, pembantu, sampai kehidupan seks, dan lain-lain.

1. Tunjukkan ketidaksetujuan pada permasalahan bukan menyerang sosoknya

Komunikasikan secara jelas dan spesifik masalah yang mengganggu diri Anda (bisakah menaruh buku atau koran yang sudah dibaca pada tempatnya) dan tidak menyerang dirinya (kenapa sih kamu susah sekali diberitahu, dan selalu saja berantakan).

C. Bahan Renungan

Nilai-nilai yang perlu dikembangkan antara suami istri

• Saling menghargai

• Kasih sayang

•- Merasakan perasaan pasangan

• Mendengar dengan hati

• Berpikir positif

• Ikhlas dalam melakukan tugas

• Menghargai perbedaan

• Menerima pasangan apa adanya

D. Pesan Suami Istri

Menciptakan komunikasi pasangan suami istri (pasutri) yang tepat dan baik bukanlah hal yang mudah. Itu akan menjadi lebih mudah dilakukan dengan niat dan usaha untuk mempertahankan perkawinan.

Kesadaran bahwa perkawinan adalah menyatukan dua manusia dengan latarbelakang yang berbeda akan membantu banyak pasangan untuk melihat perbedaan itu bukan sebagai suatu ancaman namun tantangan untuk bisa menyatukannya dalam kehidupan perkawinan.

Kehadiran buah hati dalam perkawinan tentunya sangat diharapkan oleh pasangan, dan keberhasilan dalam berkomunikasi diantara pasangan tentunya juga akan terbawa saat mereka melakukan hal tersebut pada anak. Berilah contoh bagaimana menunjukkan rasa sayang, menyelesaikan masalah, mengungkapkan kemarahan dengan konstruktif, karena pada saat ini kita sebagai pasangan sedang menabur pupuk dan benih kepada anak-anak. Kita sebagai orangtua adalah contoh terbaik bagi anak-anak. Perkawinan yang hanya dihiasi oleh pertengkaran, saling mendiamkan dan masing-masing pasangan berjalan dengan keinginannya sendiri akan menjadi contoh buruk bagi anak kelak ketika ia menjadi orangtua.

Akhir kata, perkawinan yang ideal haruslah memiliki tiga aspek (kemesraan hubungan suami istri, kedekatan emosi, dan komitmen) yang berjalan selaras, kegagalan salah satu aspek akan membuat perkawinan menjadi pincang. Ketiga aspek inilah yang menjadi isu yang harus terus dikomunikasikan dalam perkawinan agar ketiganya tetap ada dalam kehidupan pasangan suami-istri.

E. Daftar Istilah

1. Konstruktif: susunan, model atau bentuk yang teratur.

2. Komitmen: perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu.

F. Sumber Bacaan

Don’t You Dare to Get Marrie; Until you read this ; • Donaldson, C., Three Rivers Press, 2001,

Personal Adjustment, Marriage and Family Living; • Landis, Judson T. & Landis, Mary G., Prentice Hall, 1970

Intimate Relationships; A Practical Introduction; William, • B.K., Sawyer, S.C., Wahlstrom, C.M. , Pearson Education Inc., 2006

Perempuan; Shihab, M.Q, Penerbit Lentera Hati, 2009•

Judiana Ratna Sari, M.Si

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal

Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011

0 komentar:

Posting Komentar