Rabu, 20 Maret 2013

Pendidikan Berkarakter Sejak Dini (part 2)

A. Pembentukan Karakter Berlangsung Seumur Hidup

Proses pembentukan karakter diawali dengan kondisi pribadi ibu-ayah sebagai figur yang berpengaruh untuk menjadi panutan, keteladanan, dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Anak lebih mudah meniru perilaku daripada menuruti nasihat yang diberikan ibu-ayahnya.

Mereka belajar melalui mengamati apa yang ada dan terjadi di sekitarnya, bukan lewat nasihat semata-mata. Nilai yang diajarkan melalui kata-kata, hanya sedikit yang akan mereka lakukan, sedangkan nilai yang diajarkan melalui perbuatan, akan banyak mereka lakukan. Sikap dan perilaku ibu-ayah sehari-hari merupakan pendidikan watak yang terjadi secara berkelanjutan, terus-menerus dalam perjalanan umur anak.

Proses selanjutnya adalah memberikan pemahaman dan contoh perilaku kepada anak tentang baik dan buruk, benar atau salah, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Anak juga perlu diajarkan untuk dapat memilah dan memilih sesuatu yang baik, sehingga ia bisa mengerti tindakan apa yang harus diambil, serta mampu mengutamakan hal-hal positif untuk dirinya. Untuk itu diperlukan suasana pendidikan yang menganut prinsip 3A, yaikni asih (kasih), asah (memahirkan), dan asuh (bimbingan). Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian, serta dalam situasi yang dirasakan nyaman dan damai.

B. Mencintai Anak Tanpa Syarat

Anak akan mengembangkan pergaulan sosialnya secara sehat, jika dalam diri mereka ada perasaan berharga, berkemampuan, dan pantas untuk dicintai. Setiap anak membutuhkan perhatian, sapaan, penghargaan positif, dan cinta tanpa syarat sehingga anak dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang ada dalam dirinya dengan baik. Berdasarkan pengalaman ini anak juga akan memperlakukan orang lain dengan cinta dan perhatian, memperlakukan orang lain secara positif sesuai dengan nilai-nilai moral yang diperoleh.

Anak pun akan memahami, teman-temannya juga pantas dihargai, dicintai, dan diperhatikan seperti dirinya. Menunjukkan cinta tanpa syarat tidak berarti ibu-ayah tak boleh menegur perbuatan negatif anak. Ibu-ayah tetap harus menegur dan memberikan sanksi atas pelanggaran atau perbuatan negatif tersebut. Perlu pemahaman ibu-ayah untuk membedakan antara ”perbuatan yang dilakukan” dengan “pribadi” anak itu sendiri.

Bukan “pribadi” anak itu yang membuat ibu-ayah marah, tetapi salah satu perbuatannya. Tunjukkan kesalahan sikap atau perbuatannya sekaligus tetap menghargainya sebagai anak. Cinta tanpa syarat berpusat pada “pribadi” anak, sedangkan pendisiplinan berfokus pada perilaku atau sikap tertentu anak. Dalam membentuk karakter anak, ibu-ayah perlu memahami tahapan perkembangan anak.

C. Membentuk Karakter Sesuai Tahap Perkembangan Anak

1. Usia 0-18 Bulan

Tahun pertama kehidupan anak menjadi penting dalam membangun karakter anak. Caranya dengan membangun kualitas hubungan antara ibu-ayah dan anak. Kepekaan ibu-ayah terhadap kebutuhan anak menjadi akar dari pembentukkan karakter anak. Jika ibu-ayah peka atau tanggap terhadap kebutuhan anak, maka anak akan merasa nyaman dan tumbuh rasa percaya di dalam dirinya. Contoh, ketika anak menangis, ibu/ayah segera datang dan menenangkannya; ketika lapar, ibu segera menyusuinya.

Dari sini anak belajar, peka/tanggap terhadap kebutuhan orang lain adalah hal yang baik untuk dilakukan karena menimbulkan rasa nyaman dan percaya. Sebaliknya, jika ibu-ayah tidak peka/tanggap terhadap kebutuhan anaknya di tahun pertama kehidupan, anak akan merasa tidak nyaman, sehingga tidak tumbuh rasa peka dan percaya terhadap orang lain di dalam dirinya.

2. Usia 18 Bulan-3 Tahun

Anak belum dapat memahami apa yang benar dan salah. Anak belum memahami jika memukul orang lain itu salah, misalnya. Anak mengetahui perbuatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan karena ibu-ayah memberitahukannya atau karena ibu-ayah memberinya konsekuensi¹. Pada tahap ini anak belajar, mematuhi ibu-ayah adalah suatu norma.

3. Usia 3-6 Tahun

Anak mulai menjiwai nilai-nilai yang diterapkan oleh ibu-ayah di dalam keluarga. Anak juga mulai memahami, setiap perbuatannya dapat memiliki akibat tertentu sesuai dengan yang diajarkan oleh ibu-ayah. Misalnya, jika memukul adik, maka adik akan menangis; tangan itu digunakan bukan untuk memukul tetapi untuk melakukan hal yang baik seperti membelai, mengusap, dan mendekap.

Dalam upaya membentuk watak atau tabiat anak, ada beberapa hal yang perlu dilakukan ibu-ayah.

1. Menegakkan disiplin secara ajek.

1) Anak harus diperkenalkan dengan batasan-batasan. Anak harus tahu mana batas-batasnya, apa yang menjadi tanggung jawabnya, dan apa yang bukan merupakan tanggung jawabnya.

2) Ajak anak untuk membuat batasan-batasan tersebut, tidak hanya dibuat oleh ibu-ayah saja. Pengenalan batasan merupakan dasar penegakan disiplin, sehingga anak mengetahui perilaku yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

3) Ibu-ayah harus memiliki dan menampilkan sikap dan perlakuan yang ajek. Bila satu saat melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu, di saat lain ketika suatu perilaku terulang kembali, harus tetap pada sikap yang sama (tidak berubah).

4) Hindari sikap keras karena hanya akan melahirkan disiplin semu. Maksudnya, anak patuh karena takut akan mendapat hukuman dari ibu-ayah apabila ia melanggar disiplin.

5) Jangan pula bersikap terlalu lemah karena disiplin akan sulit ditegakkan atau akhirnya akan menghasilkan sikap acuh tak acuh (masa bodoh), cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab, dan tidak menumbuhkan norma-norma tertentu pada anak sebagai suatu pembentukan karakter.

2. Terlibat penuh dalam membangun karakter anak.

Ibu-ayah yang memiliki keinginan diri dan terlibat sepenuhnya dalam menumbuhkan karakter anak akan lebih berhasil dalam membentuk karakter anak. Begitu pun jika ibu-ayah dalam kesehariannya mempraktikkan apa-apa yang akan ditanamkannya kepada anak. Contoh, ibu-ayah ingin menanamkan berperilaku jujur, bertutur kata sopan, serta bertanggung jawab. Namun bila dalam keseharian ternyata ibu-ayah justru menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka apa yang akan terjadi dengan perkembangan jiwa anak? Anak akan mengalami suatu kebingungan, mungkin juga konflik, karena ketidakajekan ibu-ayahnya dalam berkata dan berperilaku. Inilah yang menjadikan alasan bagi anak untuk tidak melakukan apa yang diinginkan ibu-ayahnya.

3. Menjadi contoh yang baik atau teladan bagi anak.

Ingat, anak cenderung meniru perilaku ibu-ayahnya dibandingkan hanya mendengarkan kata-katanya. Itulah mengapa, ibu-ayah harus juga berperilaku sesuai dengan nilai-nilai keutamaan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, agar bisa menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ibu-ayah, di antaranya:

1) Menyadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan menjadikan diri sebagai teladan utama bagi anak-anak.

2) Menentukan nilai-nilai yang paling sesuai serta menunjukkan nilai-nilai mana yang harus diutamakan melalui kegiatan dan pengalaman sehari-hari.

3) Menunjukkan pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi².

4) Menghadapi anak dengan penuh penghargaan, cinta, dan pengertian.

5) Meyakini akan nilai-nilai yang paling sesuai untuk dimiliki.

6) Menciptakan pengalaman yang bernilai dan bermakna bersama anak, kemudian menanyakannya kepada anak tentang bagaimana sebaiknya harus mengambil pilihan atau keputusan.

4. Menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak.

Selain menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, untuk menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak, ibu-ayah juga perlu melakukan hal-hal berikut:

1) Jelaskan kepada anak yang sudah dapat berbicara, alasan penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Ajak anak bertukar pikiran agar ibu-ayah dapat mengetahui pendapatnya tentang seberapa jauh ia memahami nilai-nilai moral tersebut.

2) Jelaskan kepada anak mengenai dampak perilaku positif maupun negatif yang dilakukannya. Contoh, ketika anak merapikan mainannya, ibu-ayah dapat mengatakan, ”Nak, mainannya kalau dibereskan jadi rapi dan kamu akan lebih mudah untuk menemukan mainan yang ingin kamu mainkan.” Begitu juga ketika anak melakukan kesalahan, semisal ia memukul adiknya, katakan, “Adik jadi menangis kalau kamu pukul.”

3) Berikan penghargaan kepada anak, seperti pujian, pelukan, ciuman, ucapan terima kasih, dan lainnya, ketika anak berperilaku positif, sehingga anak terdorong untuk mengulangi perilaku positif tersebut.

4) Bacakan dongeng atau cerita yang mengisahkan suatu perbuatan baik/positif. Gunakan bahasa sederhana yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak agar anak dapat memahami dan menikmati isi cerita tersebut.

D. Penutup

Karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Pembentukan karakter dimulai sejak usia dini dan berlangsung sepanjang hidup manusia. Karakter anak akan terbentuk dengan baik jika dalam proses tumbuh kembangnya anak mendapatkan cukup ruang untuk mengungkapkan diri secara leluasa. Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa ini dikemudian hari. Diharapkan, buku bacaan ini dapat membantu membantu ibu-ayah dalam membentuk karakter ananda maupun mengubah karakternya yang negatif, sehingga terbentuklah karakter yang baik.

E. Daftar Istilah

1. Konsekuensi = akibat tidak menyenangkan yang harus diterima atas pelanggaran atau perbuatan salah/negatif yang dilakukan

2. Terintegrasi = sudah diintegrasikan; dapat diintegrasikan

3. Integrasi = pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat

F. Sumber Bacaan

The Family Virtue Guide: Smple Ways to Bring Out in Our Children and Ourselves. Popov oleh Linda Kavelin. Penguin Book USA Inc. Tahun 1997.

Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur oleh Sedyawati, dkk. Penerbit: Balai Pustaka, tahun 1999.

10 Tips for Raising Moral Kids. Dalam http://www.micheleborba.com/Pages/ArtBMI13.htm.tanggal 23 Maret 2010

The Disipline Book oleh Sears & Sears.Little Brown & Company. Tahun 1995.

Pendidikan Karakter oleh Abdullah Munir. Penerbit: Pedagogia, tahun 201

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal

Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011

0 komentar:

Posting Komentar