Minggu, 31 Maret 2013

Bermain Bagi Anak Usia Dini (part 2)

A. Belajar Melalui Bermain

Tidak seperti anggapan salah yang sering dianut oleh banyak orang bahwa bermain adalah suatu kegiatan membuang-buang waktu dan dapat membuat anak menjadi bodoh. Ternyata, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan dan dapat menjadi sarana belajar yang baik bagi anak, karena dilakukan tanpa tekanan dan paksaan. Penting untuk diingat, yang paling utama adalah kegiatan bermainnya itu sendiri, bukan belajarnya. Seperti sudah dijelaskan di atas, dunia anak adalah bermain, bahkan bermain adalah pekerjaan anak. Melalui kegiatan bermain, ananda belajar mengembangkan berbagai kemampuan yang dimilikinya dengan menyenangkan dan bahagia. Perlu dipahami, kemampuan anak usia dini untuk berkonsentrasi masih pendek, penguasaan bahasanya juga terbatas, dan anak pun masih mudah bosan. Oleh karena itu, anak usia dini belum siap untuk mengikuti kegiatan belajar secara formal di bangku sekolah. Bila ananda dipaksa untuk mengikuti kegiatan formal di sekolah, maka ia akan merasa tertekan, sehingga dapat mengalami gangguan belajar dan gangguan perilaku.

Jadi, Ibu dan Ayah, pada saat bermain, ananda juga belajar. Melalui bermain, ananda belajar memahami bagaimana suatu benda bekerja, misalnya, bagaimana kalau bangku didorong akan berbunyi, air akan menyebabkan basah, sendok selain digunakan untuk makan bisa juga digunakan sebagai telepon saat bermain pura-pura, dan sebagainya. Ananda juga akan belajar bagaimana caranya mengekspresikan diri dengan berbagai macam cara, seperti, bagaimana caranya bicara saat marah, kesal, tidak suka, dan lainnya. Bukan cuma itu. Pada saat bermain, ananda pun belajar mengenal dan menggunakan berbagai macam kata baru, terutama ketika ananda bermain pura-pura, seperti bermain jual-beli, tamu-tamuan, sekolah-sekolahan, dan lainnya. Kegiatan bermain juga dapat memperkuat dan mengendalikan otot-otot tubuh, serta belajar bekerja sama ketika ananda bermain dengan teman, semisal berjalan di titian, mengendarai sepeda, melempar dan menendang bola. Bahkan, ketika ananda menemui masalah dalam bermain, ananda diajak untuk berpikir kreatif dan menggunakan kemampuan memecahkan masalah. Contoh, bagaimana menghadapi teman yang tidak mau bergantian alat bermain, bergantian menggunakan alat permainan yang sama, dan sebagainya.

Yang penting diperhatikan oleh Ibu dan Ayah, dalam bermain, ada beberapa hal-hal yang harus dihindarkan, yaitu:

1. Pemaksaan oleh orangtua, karena akan mengubah suasana bermain menjadi bekerja.

2. Mengeritik atau mencemooh, sebab masih wajar kalau sesekali anak melakukan kesalahan;

3. Sikap mengatur apa yang harus dilakukan oleh anak sehingga anak tidak mempunyai kesempatan untuk berkreasi, berimajinasi, berani mencoba hal-hal baru.

B. Orangtua Ikut Terlibat

Ibu dan Ayah diharapkan ikut bermain bersama anak. Soalnya, keterlibatan Ibu dan Ayah dalam kegiatan bermain dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi ananda, yang pada akhirnya akan membuat hubungan anak dan orangtua menjadi lebih dekat. Ketika Ayah dan Ibu bermain dengan ananda, orangtua sekali-sekali boleh mengarahkan, tetapi anak tetap yang paling aktif dalam bermain. Misalnya, ketika bermain masak-masakan, biarkan ananda yang menentukan bahan-bahan yang dipakai, bagaimana akan memasak, dan seterusnya. Namun Ayah dan Ibu bisa ikut memesan masakan yang disukai, Ibu pesan gado-gado ya tapi cabe-nya satu saja ya.

Orangtua seharusnya lebih peka dan tanggap akan kebutuhan anak waktu bermain, dan selalu berikan dukungan sehingga anak tetap semangat bermain. Jika ananda terlihat mengalami kesulitan saat memindahkan mainan, misalnya, tanyakan, apakah ia ingin dibantu namun tidak secara langsung mengulurkan bantuan, Sini, Nak, Ayah bantu, melainkan katakan, kayaknya berat, ya? Boleh Ayah tolong? Bisa juga dengan menyemangatinya, Coba Andi dorong pelan-pelan pakai kedua tangan ya, begitu pintar lo anak Ibu. Jadi, jangan langsung membantu agar anak tetap bersemangat dalam bermain.

0 komentar:

Posting Komentar