Senin, 18 Maret 2013

Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak (part 1)

A. Apa Tuh?”

Kata-kata “Apa tuh?” saat ini menjadi bunyi yang indah di telinga penulis. Celoteh itu keluar dari mulut anak usia 27 bulan setiap kali ia melihat sesuatu yang baru dan ingin diketahuinya. Dengan mata berbinar dan suara melengking khas anak kecil, ia tidak henti-hentinya bertanya, “Apa tuh?”, “Apa tuh?” tanpa mengenal lelah, bak seorang yang kehausan di padang pasir dan menemukan oase (daerah di padang pasir yang berair cukup untuk tumbuhan dan pemukiman manusia). Kadang mulut tergoda untuk berkata, “Aduh, ananda ini cerewet atau bawel banget, ya!” Untunglah kalimat tersebut tak terlontar dari mulut penulis karena penulis menyadari, ini adalah masa keemasan anak untuk belajar mengembangkan kosakata (perbendaharaan kata) dan merupakan cara dia membangun kemampuan berpikirnya, sehingga tutur kata (perkataan) dan sikap pun berubah untuk menerima pertanyaan-pertanyaan itu dengan senang hati dan berusaha menjawabnya.

Ada sebuah situasi yang menakjubkan ketika mengamati periode bertanya pada anak batita (bawah tiga tahun). Bayangkan, seorang anak yang belum bisa bicara menjadi bisa berbicara satu kata dengan terbata-bata. Tahap berikutnya adalah ketika anak berbicara dengan dua kata ajaibnya, yaitu, “Apa, tuh?” Kata tersebut seperti tombol untuk menghidupkan mesin yang baru ditekan. Dengan cepat, banyak kata yang diserap dan diucapkan kembali oleh anak, walaupun artikulasinya (pengucapannya) belum jelas. Dengan bertambahnya usia, maka artikulasinya menjadi semakin jelas dan kemampuan berbicaranya menjadi lebih kompleks.

B. Kemampuan Bahasa Anak

Kemampuan seorang anak dalam berbahasa menjadi sangat penting bagi perkembangan kecerdasannya. Semakin banyak kata yang dimiliki anak dan semakin rumit penggunaan kata-kata di dalam rangkaian sebuah kalimat dapat menunjukkan kecerdasan seorang anak. Tidaklah mengherankan anak yang pandai akan memperlihatkan keinginan tahunya dengan cara banyak bertanya. Walaupun tidak berarti bahwa anak yang pandai itu selalu cerewet atau sebaliknya. Keinginan tahu anak juga bisa ditampilkan dengan cara mengutak-atik benda yang ada dan lain-lain.

Kemampuan berpikir anak normal (tidak mengalami gangguan/keterlambatan perkembangan) memiliki pola yang khas. Anak mulai mempertanyakan tentang fakta-fakta melalui pertanyaan “apa”. Dengan bertambahnya usia dan kemampuan berpikirnya, anak mencoba bertanya “mengapa”(bertanya tentang sebab dan akibat) sampai pada “bagaimana” (bertanya tentang proses). Untuk pertanyaan “apa”, tidak sulit bagi ibu dan ayah menjawabnya. Tak demikian untuk menjelaskan pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”, ibu dan ayah membutuhkan alasan dalam menjawabnya. Penting untuk memberikan penjelasan secara sederhana saja namun masuk akal.

Perlu dipahami, tidak semua anak sering bertanya. Ada anak pendiam karena memang secara keturunan berasal dari ibu dan ayah yang pendiam atau meniru dari lingkungan keluarga yang juga pendiam. Pola pengasuhan pun ikut berperan sehingga anak malas bertanya dan menjadi pendiam, semisal sering menyalahkan, sering melarang. Selain itu, anak dapat menjadi pendiam karena keterlambatan perkembangan bahasa yang disebabkan oleh (1) gangguan secara fisik di alat pendengaran atau alat bicara, sehingga anak tidak mampu mendengar dan tidak bisa menirukan suara; (2) gangguan perkembangan di otak, sehingga terjadi keterbelakangan mental; dan (3) keterlambatan perkembangan akibat kurang stimulasi (perangsangan).

Apa pun pertanyaan yang diajukan anak, hendaknya mendapatkan tanggapan yang positif dari ibu dan ayah atau orang dewasa di sekitarnya. Tidak perlu marah-marah untuk menghentikannya, cukup dengan kalimat yang tegas dan sederhana seperti, “Tunggu sebentar ya, Nak, Ibu masih bicara dengan Ayah.” Atau, “Wah, Ibu kurang tahu, nanti kita tanya Ayah, ya.” Sikap yang tegas dan jelas akan membantu anak belajar mengatur dirinya, kapan harus bertanya dan kapan harus berhenti sejenak. Jika ibu dan bapak merasa kewalahan, coba alihkan pada kegiatan-kegiatan lain yang bermakna.

Kadang-kadang orangtua menjadi jengkel karena anak usia dininya banyak bertanya dengan pertanyaan yang sama dan berulang-ulang. Mengapa anak menanyakan secara berulang-ulang? Hal ini disebabkan anak belum paham tentang jawaban atas pertanyaannya. Selain juga, pertanyaan yang berulang merupakan cara anak untuk bisa mengingat tentang jawaban yang diberikan. Contoh, anak bertanya, “Apa tuh?” sambil menunjuk ke arah daun-daunan. Orangtua menjawab, “Itu daun, Nak.” Anak pun bertanya lagi “Apa, tuh?” sambil tetap menunjuk pada daun-daunan yang sama. Orangtua harus menjawab dengan jawaban yang lebih lengkap seperti, “Oh, itu daun sirih. Daunnya lebar, ya. Wah, itu ada yang kuning, itu daun sirih yang layu.” sambil kita menunjukkan daun sirih tersebut. Berikan kesempatan pada anak untuk menyentuh dan mencium daun sirih itu sehingga anak menjadi tahu dan yakin akan daun sirih tersebut. Setelah anak bertanya, kita yang kembali bertanya kepadanya, “Nak, ini buah apa?” sambil menunjuk gambar buah jeruk. Jika anak belum bisa menjawab secara utuh, bisa kita pancing dengan, “Ini gambar buah je… ruk.”

Ada juga anak-anak yang bertanya berulang kali dengan pertanyaan yang sama untuk mendapatkan perhatian ibu dan bapak. Oleh karena itu, jika anak bertanya, ibu dan bapak harus menjawab dengan penuh perhatian. Berikan waktu yang cukup untuk berbicara dan bermain dengan anak, serta gunakan bahasa tubuh yang benar. Jadi, ketika anak berbicara dengan kita, coba perhatikan wajahnya, berjongkoklah agar pandangan anak sejajar dengan pandangan kita, dengarkan anak berbicara sampai selesai baru kemudian menjawabnya dengan santun. Tidak perlu tergesa-gesa menyimpulkan atau menolak pertanyaan anak.

Anak pun dapat bertanya dan bertanya lagi ketika ia menghadapi situasi yang serupa dengan yang pernah dialaminya. Dalam kondisi seperti ini, ibu dan bapak harus dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap.

0-6 bulan Menangis dengan berbagai cara untuk menunjukkan bahwa dia mengompol, lapar, kesepian, kesakitan. Bersuara untuk menyampaikan kesenangan atau ketidaksenangan. Bergumam. Mengetahui dan melihat ke arah suara atau bunyi-bunyi yang dikenalnya.

0 komentar:

Posting Komentar