Selasa, 23 April 2013

Disiplin pada Anak (part 3)

Hadiah, Pujian Dan Hukuman

Untuk menerapkan disiplin kepada anak, ibu-bapak kerap memberikan imbalan. Imbalan ini dapat berupa hadiah atau pujian. Akibatnya, anak ingin mengulangi lagi perilaku itu dengan harapan mendapatkan hadiah atau pujian kembali. Namun, apakah pemberian hadiah selalu bermanfaat?

Sebaliknya, bila anak tidak disiplin, orangtua kerap memberikan hukuman. Tujuan pemberian hukuman ini adalah agar anak menyadari bahwa perilaku yang telah dilakukan adalah tidak baik. Namun, bermanfaatkah pemberian hukuman kepada anak?

1. Hadiah

Ibu-bapak sering mengandalkan hadiah, khususnya bila menghadapi anak kecil. Ibu-bapak menggunakan uang untuk membujuk anak agar mau mengerjakan tugasnya. Terkadang ibu-bapak juga menyogok dengan memberi kue, agar anak mau makan sayur, menempelkan bintang emas di tangan untuk mengajak anak menggosok gigi secara teratur, dan lain-lain.

Hadiah begitu seringnya dimanfaatkan untuk membujuk anak. Banyak orang mengira bahwa hadiah merupakan metode yang tepat agar anak mau mengerjakan perilaku yang diharapkan oleh orangtuanya. Tetapi, apakah begitu?

Pemberian hadiah akhirnya membuat anak bosan dan menilai bahwa hadiah adalah hal yang biasa yang selalu akan didapatnya. Lama kelamaan hadiah akan menjadi kurang baik untuk mendisiplinkan anak karena:

- Hadiah kehilangan nilainya. Uang, mainan dan lain-lain akan tidak ada artinya kalau anak sudah memiliki semuanya.

- Anak dapat memperoleh hadiahnya sendiri. Dengan semakin anak besar maka anak akan dapat menemukan hadiahnya dan kebutuhannya sendiri.

- Anak hanya akan bertingkah laku baik bila ada hadiahnya. Bila tidak ada hadiahnya maka tingkah lakunya akan kembali lagi buruk.

- Anak akan merasa bila tidak ada hadiah artinya ia dihukum.

2. Pujian

Selain hadiah ibu-bapak juga sering memberikan pujian. Arti kata pujian adalah kata-kata yang artinya baik tentang seseorang, perilaku seseorang, atau prestasi seseorang. Beberapa contoh pesan-pesan pujian:

- Kamu anak yang baik.

- Kamu sudah menjadi pemain tenis yang sangat baik.

- Kamu benar karena menolak untuk pergi.

- Rambut kamu bagus sekali.

- Lukisan-lukisanmu indah sekali.

- Permainanmu benar-benar menunjukkan kemajuan.

- Pekerjaan rumahmu sekarang jauh lebih baik.

- Kamu pasti mampu mendapatkan nilai bagus.

- Pekerjaanmu sangat menyenangkan.

Pemberian pujian harus berhati-hati, karena terkadang anak tidak tahu maksud dari pujian itu sendiri. Misal, setelah anak selesai makan nasi, buah dan minum susu, ibu memuji dengan mengatakan pinter. Sebaliknya anak menjadi tidak tahu ia pinter untuk tingkah laku yang mana? Ia pinter karena makan buah atau makan nasi atau minum susu. Untuk itu, ketika ibu-bapak memuji tingkah laku anak harus dijelaskan, tingkah laku mana yang dipuji. Misal, Bagus nak, kamu sudah menghabiskan susumu.

3. Hukuman

Hukuman biasanya diberikan kepada anak, ketika muncul tingkah laku yang buruk atau tingkah laku yang tidak sesuai harapan ibu-bapak. Banyak ibu-bapak yang menggunakan macam-macam hukuman selain hukuman fisik. Misal, dikurung dalam kamar, disuruh tidur tanpa makan malam, tak boleh main ke luar rumah, tidak diajak omong, merampas mainan kesayangan anak, memaksa anak untuk menghabiskan makanan yang tidak disukainya, memanggil anak-anak dengan nama ejekan, membuatnya malu di depan teman-temannya.

Ada cara agar hukuman menjadi berguna dengan baik, yakni sebagai berikut:

- Bila tingkah laku yang buruk muncul maka anak diberi hukuman. Ketika tingkah laku itu muncul lagi maka ibu- bapak harus ajeg tetap memberi hukuman pada anak.

- Hukuman harus dilaksanakan segera setelah tingkah laku yang tidak baik dilakukan oleh anak.

- Hukuman seharusnya tidak dilaksanakan di depan anak-anak lain. Kalau tidak, anak bisa malu dan menjadi marah terhadap orangtua.

- Ibu-bapak harus menjaga bahwa tingkah laku yang salah itu, jangan sampai diberi hadiah.

- Anak-anak tidak boleh dihukum terlalu berat atau terlalu sering, karena anak mungkin akan melarikan diri. Misal, berhenti berusaha, meninggalkan tempat, berhenti sekolah, lari dari rumah, keluar dari tim, melarikan diri ke alkohol dan obat bius.

Ketika memberikan hukuman harus diingat, bahwa hukuman yang diberikan adalah hukuman yang ringan. Jangan sampai hukuman berat seperti memukul (fisik). Bila orangtua sering memberi hukuman, maka hukuman ringan akan berubah menjadi hukuman berat. Hal ini dapat terjadi karena biasanya saat menghukum ibu-bapak dalam kondisi marah sehingga sulit untuk mengontrol dirinya sendiri.

Adanya hukuman sering membuat anak tidak paham, kenapa satu perilaku boleh dilakukan dan perilaku lain tidak boleh dilakukan. Perilaku yang baik muncul di kala orangtua ada, sedangkan dikala tidak ada orangtua maka perilaku yang buruk akan muncul kembali.

Anak yang biasa dihukum akan meninggalkan kesedihan, ketakutan, kemarahan yang memengaruhi perkembangan jiwa anak. Selain itu hukuman yang diberikan pada anak dapat memupuk kekerasan dan kemarahan pada anak, sehingga nantinya anak dapat menjadi orang yang memiliki sifat keras, kasar pada orang lain. Melihat dampaknya yang kurang baik maka lebih baik hukuman tidak digunakan, kecuali dengan pemikiran yang matang dan keahlian yang baik dari penghukum (orangtua).

H. Pesan Untuk Ibu-Bapak

Dengan memahami cara-cara dan aturan yang harus dikuasai saat mendisiplinkan anak, maka ibu-bapak akan lebih mudah untuk mengajarkanl tingkah laku yang baik kepada anak. Cara-cara yang sudah disampaikan dibuku ini dapat digunakan untuk mendisiplinkan berbagai macam tingkah laku misalnya makan, menggosok gigi, mandi dan lain-lainnya.

Selain itu perlu diingat bahwa ibu-bapak pasti dapat mendisiplinkan anak dan ibu-bapak harus yakin bahwa anak pasti dapat disiplin. Bila kedua hal ini diingat maka ibu-bapak tidak akan cepat marah ketika sedang mengajarkan disiplin pada anak.

I. Sumber Bacaan

Goerge S. Morrison, Early Childhood Education . Today, Eleventh edition, Peaarson International Edition, New Jersey, 2009

Robert S. Siegler., Martha Wagner Alibali, Childrenfs . Thinking, Fourth Edition, Prentice Hall, 2005

Thomas Gordon, Teaching Children Self-Dicipline, . New York, 1989

Ferry Wickoff, Barbara Unell, Dicipline without . Shouting or Spanking, 1992

Charles Schaefer, terjemahan Turman Sirait, Cara . Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, Mitra Utama, Jakarta, 1996

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia DiniDirektorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan InformalKementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011 Dr. Rose Mini

0 komentar:

Posting Komentar